MENJADI GURU DI MASA PANDEMI
Oleh: Wijaya Kusumah, M.Pd, Guru TIK SMP Labschool Jakarta
Senen, 22 November 2021 pukul 16.30 wib saya meluncur ke hotel Novotel di daerah mangga dua Jakarta. Saya berangkat dari sekolah SMP Labschool Jakarta dengan mengendarai mobil pribadi. Alhamdulillah jalanan sepi dan saya sampai hanya sekitar 25 menit dari Rawamangun Jakarta Timur menuju Mangga Dua Square Jakarta Utara.
Senang rasanya bisa bertemu kawan kawan guru tangguh berhati cahaya. Mereka adalah para finalis lomba guru inspiratif dan kepala sekolah inspiratif tingkat nasional Kemdikbud. Mereka diundang ke Jakarta untuk menghadiri acara Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan inspiratif Tingkat Nasional tahun 2021 di hotel Novotel Jakarta. Mereka terpilih dari ratusan guru yang mengirimkan video dan tulisannya.
Pembukaan kegiatan apresiasi bagi guru dan kepala sekolah serta pengawas inspiratif yang diselenggarakan oleh direktorat guru pendidikan dasar dalam rangka hari guru nasional tahun 2021 dibuka secara resmi hari Minggu, 21 Juni 2021. Acara ini diikuti oleh 100 finalis dari 5 kategori. Kategori guru SD dan SMP Inspiratif, kategori kepala SD dan SMP Inspiratif, serta Pengawas Inspiratif. Temanya adalah bergerak dengan hati, pulihkan pendidikan.
Tahun lalu (2020) saya terpilih menjadi salah satu finalisnya. Tapi karena pandemi covid, semua kegiatannya dilaksanakan secara daring. Beruntunglah tahun ini bisa dilaksanakan secara luring sehingga kawan-kawan finalis bisa diundang oleh Kemdikbud ke Jakarta untuk menerima penghargaan apresiasi guru dan tenaga kependidikan inspiratif tahun 2021. Tentu saja ada kebanggaan tersendiri ketika seorang guru diundang ke Jakarta dan menerima penghargaan langsung dari Mendikbud ristek. Saya mengirimkan buku digital hasil tulisan siswa SMP Labschool Jakarta. Ada 7 buku dihasilkan oleh siswa kelas 8 SMP Labschool Jakarta. Saya tak pernah mengira kalua hasil karya siswa di masa pandemi masuk final di tingkat nasional. Tapi saying, saat wawancara online, saya dalam keadaan sakit dan positif covid-19. Sehingga banyak pertanyaan dewan juri tidak terjawab dengan baik. Saya hanya bisa masuk 20 besar saja di tingkat nasional. Para dewan juri saat itu, mendoakan saya agar cepat sembuh dan negative covid-19. Saya terpaksa harus isolasi mandiri selama 2 bulan.
Menjadi guru di masa pandemi tidak mudah. Perlu kerja keras dan kerja cerdas serta tuntas untuk menolak menyerah pada Corona. Butuh keikhlasan hati untuk bergerak dengan hati dalam memulihkan pendidikan. Kita harus mampu mengalahkan diri sendiri dari malas bergerak dan malas bertindak. Kalau sudah seperti itu, guru hanya menjalankan rutinitas saja. Tak ada inovasi baru yang dilakukannya. Guru berada dalam zona nyaman yang tak membuat guru menjadi guru tangguh berhati cahaya. Guru yang pantang menyerah dari kondisi yang ada di depan mata. Guru yang menolak menyerah pada Corona.
Selama masa pandemic, guru dipaksa untuk beradaptasi dengan hal hal baru yang dulu tak pernah ada. Pembelajaran yang awalnya tatap muka menjadi tatap Maya. Banyak masalah baru muncul. Dari ketiadaan teknologi sampai kondisi psikologi peserta didik yang sangat berbeda kondisinya. Guru bertemu dengan anak-anak yang tidak mampu karena tidak memiliki gadget dan kuota internet.
Terjadi kesenjangan dalam pembelajaran di masa pandemi. Guru yang mengajar di sekolah yang orang tuanya serba ada atau kalangan atas, tidak mengalami banyak persoalan dalam pembelajaran online. Tapi guru yang berada di sekolah yang kondisi orang tuanya berada di kalangan bawah akan banyak menuai masalah. Semua itu harus dicarikan solusinya dan guru menolak menyerah kepada korona.
Saya bersyukur mengajar di sekolah Labschool dengan fasilitas yang lengkap. Kami di Labschool terus berusaha mencari inovasi baru dengan cara membuat modul ajar. Salut dengan kawan kawan guru yang dapat mengatasi masalah tanpa masalah. Mereka menuliskan kisahnya dan membuatnya dalam video inspiratif yang diupload ke YouTube.
Banyak sekali video inspiratif yang bisa kita tonton dari kisah mereka. Para dewan juri dari Kemdikbud ristek tentu saja sangat selektif memilih 20 orang finalis dari 5 kategori yang dilombakan. Saya sangat memahami hal itu. Cohtohnya di https://youtu.be/yX2SbWduzfM
Salah seorang sahabat saya dari Labschool UNJ menjadi salah satu juri lomba tersebut. Mereka harus menjadi orang yang independen dan mampu mencari yang terbaik dari guru terbaik. Bahkan dari kepala sekolah dan pengawas terbaik. Instrumen penilaian dibuat agar didapat para pemenang guru, kepala sekolah dan pengawas inspiratif tahun 2021 ini.
Menjadi guru di masa pandemi tidaklah mudah. Itulah yang saya alami selama mengajar di SMP Labschool Jakarta. Guru di kota dan di desa mengalaminya. Masing-masing mengalami masalah yang berbeda-beda. Guru di kota dengan berbagai kemudahan akses internet harus berpikir kreatif agar anak-anak didiknya tidak terpapar pornografi dan permainan games di ponsel mereka. Guru di desa juga harus berpikir kreatif agar anak-anak didiknya yang tak punya ponsel dan akses internet tetap bisa belajar dan menemukan kebahagiaan belajar tanpa internet. Semua itu harus ditemukan guru masalah dan solusinya.
Guru yang inspiratif tentu akan menolak kalah dengan korona. Guru akan bangkit berdiri menyemangati anak didiknya. 1001 cara dicari dan akhirnya ditemukan solusinya. Senang dan bahagia ketika siswa atau murid menemukan pembelajaran yang menantang sekaligus menyenangkan. Seperti menonton film laskar pelangi yang menghebohkan itu. Karya Andrea Hirata dalam novelnya sungguh menginspirasi guru Indonesia.
Menjadi guru di masa pandemi memang tidak mudah. Tapi juga tidak susah kalau guru mau terus berusaha untuk belajar sepanjang hayat. Tak ada penghargaan atau apresiasi tanpa pengorbanan. Guru harus berkorban dan keluar dari zona nyaman. Guru harus mampu berubah dan beradaptasi dengan perubahan. Itulah yang kami lakukan di PGRI dengan membuka kelas online. Kita belajar dan berbagi ilmu kepada kawan kawan guru lainnya di seluruh Indonesia. Jarak yang jauh menjadi terasa dekat. Jauh di mata dekat di hati.
Menjadi guru di masa pandemi harus tahu diri. Guru punya banyak kelemahan sekaligus kekuatan. Bila kelemahan dan kekuatan itu bersatu dalam dirinya,maka akan berubah menjadi keunikan. Guru harus berani berubah di dunia digital yang terus berkembang cepat. Teknologi terbaru memang tidak bisa menggantikan guru. Namun, guru yang tak belajar teknologi baru, akan tertinggal dan ditinggalkan peserta didiknya.
Teruslah bergerak dengan hati untuk pulihkan pendidikan. Jadilah guru guru tangguh berhati cahaya di masa pandemi. Teruslah bergerak dan bergabung bersama kami di PGRI. Solidaritas yes!
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Guru Blogger Indonesia