Kisah ini adalah sebuah kisah nyata. Sebuah kisah tentang guru yang suka menulis. Guru yang menulis di blog lalu dijadikan buku. Tidak mudah memang tapi bisa dilakukan. Kalau kita punya komitmen dan punya kemauan kuat untuk menerbitkan buku.
Awal sekali menerbitkan buku, saya banyak ditolak penerbit mayor. Maklum tulisannya masih belum punya nilai jual di mata penerbit. Saat itu saya penulis buku yang belum banyak dikenal. Sampai suatu ketika ada sebuah kegembiraan. Buku yang disusun diterbitkan oleh penerbit indeks tanpa biaya sama sekali. Penulis tidak perlu mengeluarkan uang sendiri untuk menerbitkan bukunya.
Sebagai seorang guru tentu saya bergembira ria. Buku terbit sampai kemudian diluncurkan di pasca sarjana UNJ. Judulnya mengenal penelitian tindakan kelas (PTK). Sebuah judul buku yang ditulis bersama pak Dedi Dwitagama.
Sebagai penulis baru saya tak tinggal diam hanya menunggu royalti buku. Saya ikutan menjual bukunya. Walaupun untungnya tidak besar saya senang melakukannya. Pernah juga salah hitung. Ada yang beli buku. Jumlahnya 210 ribu. Tapi salah ketik jadi 120 ribu. Pembeli sudah terlanjur transfer dan saya malu memintanya lagi akibat salah menulis. Anggap saja itu ibadah.
Pernah juga ada pembeli yang bukunya sudah dikirimkan tapi belum juga bayar via transfer atm. Kalau sudah ditagih sampai 3 kali belum bayar, maka saya biasanya mengikhlaskan saja. Supaya sebagai penulis saya tidak seperti petugas penagih hutang yang akhirnya maksa. Anggap saja sedekah supaya menjadi berkah.
Hal yang paling bahagia ketika buku kita laku terjual dan royalti bukunya lumayan. Tapi yang lebih bahagia ketika kita dipanggil sebagai nara sumber. Kita jadi semakin bersemangat dalam belajar. Kita menjadi pakar dalam bidang kita. Undangan datang silih berganti. Pada akhirnya kami berkeliling Indonesia dari buku yang kami tuliskan. Satu persatu buku baru lahir dan diterbitkan. Ternyata setiap buku punya tantangan dan pembaca yang berbeda. Di sinilah kita sebagai penulis harus mengerti kemauan atau keinginan pembaca. Sebab buku kita bukan buku cerita fiksi. Dalam cerita fiksi, kita bisa bebas menulis sesuka hati. Bahkan kita bisa memfantasikan tokoh yang kita tuliskan sebagai tokoh utama. Itulah cerita fantasi yang berasal dari kreativitas dan imajinasi kita.
Buku non fiksi agak sulit diterima pembaca bila penulisnya tak ikut mempublikasikannya. Jangan bergembira dulu sebelum anda sukses ikut menjualnya. Kecuali anda merasa yakin dan percaya bahwa buku anda pasti layak jual dan dibeli pembaca. Untuk hal ini saya serahkan kepada pasar.
Suka duka terbitkan buku dan menjadi penulis buku memang sudah saya alami sendiri. Jangan menyerah dan teruslah menulis. Bila tulisanmu belum memiliki nilai jual di mata penerbit, maka kesabaran untuk menikmati prosesnya. Sebab ada suka dan dukanya serta harus diikuti dengan komitmen tinggi. Insya Allah akan terbit bukumu dan langsung jadi best seller.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Guru Blogger Indonesia
7 thoughts on “Kata Pengantar Suka Duka Terbitkan Buku Karya Ibu Rifatun”