Aplikasi WhatsApp Digunakan Untuk Belajar Menulis di KBMN PGRI

Mengapa KBMN PGRI Belajar Menulis Lewat Aplikasi WhatsApp? Aplikasi WhatsApp Digunakan Untuk Belajar Menulis di KBMN PGRI.

Di tengah era digital yang serba cepat dan canggih ini, banyak orang mengira bahwa belajar menulis hanya bisa dilakukan melalui kelas formal, platform daring seperti Zoom, atau kursus eksklusif yang membutuhkan biaya besar. Namun, Komunitas Belajar Menulis Nusantara (KBMN) yang digagas oleh PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) justru memilih pendekatan sederhana namun sangat efektif: menggunakan aplikasi WhatsApp sebagai media utama untuk belajar menulis.

Pertanyaannya: mengapa KBMN PGRI memilih WhatsApp? Apa yang membuat aplikasi percakapan ini begitu ampuh dalam menggerakkan ribuan guru untuk menulis dan menerbitkan buku?

Aksesibilitas yang Luas dan Merata

Salah satu alasan utama adalah aksesibilitas. WhatsApp adalah aplikasi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia, terutama para guru di daerah. Tidak semua guru memiliki akses internet stabil untuk mengikuti kelas Zoom atau Google Meet. Namun, hampir semua memiliki ponsel yang bisa digunakan untuk mengakses WhatsApp.

Dengan memilih platform ini, KBMN PGRI memastikan bahwa tidak ada satu pun guru yang tertinggal hanya karena kendala teknis atau geografis. Belajar menulis menjadi lebih inklusif, menjangkau dari Sabang hingga Merauke.

Belajar Kapan Saja, Di Mana Saja

Kelebihan WhatsApp adalah sifatnya yang asinkron. Peserta bisa membaca materi dan menulis tugas kapan pun mereka sempat. Bagi para guru yang memiliki jadwal padat dari pagi hingga sore, fleksibilitas ini menjadi penyelamat. Mereka bisa belajar menulis sambil istirahat di ruang guru, menunggu anak, bahkan sebelum tidur malam.

Hal ini sejalan dengan filosofi KBMN: menulis itu bukan perkara waktu luang, tapi soal kemauan dan kebiasaan.

Interaksi yang Aktif dan Personal

KBMN PGRI bukan hanya soal belajar menulis, tapi juga tentang membangun komunitas yang saling mendukung. Di dalam grup WhatsApp, peserta bebas berdiskusi, bertanya, menyemangati, dan saling memberi umpan balik atas tulisan teman-teman mereka.

Interaksi ini menciptakan atmosfer hangat dan akrab. Tidak ada sekat antara peserta dan fasilitator. Semangat gotong-royong khas Indonesia sangat terasa di setiap grup KBMN.

Biaya Gratis, Manfaat Luar Biasa

Mengikuti KBMN PGRI tidak dipungut biaya, namun manfaat yang dirasakan oleh peserta sangat luar biasa. Mereka tidak hanya belajar menulis, tetapi juga berhasil menerbitkan buku, baik secara pribadi maupun antologi. Bahkan, banyak guru yang mengaku baru pertama kali dalam hidupnya bisa melihat namanya terpampang sebagai penulis buku.

PGRI melalui KBMN membuka ruang yang luas bagi para guru untuk mengabadikan gagasan, pengalaman, dan inspirasi dalam bentuk karya tulis. Bagi banyak guru, ini adalah wujud nyata dari transformasi profesionalisme guru di era digital.

Menulis dengan Hati, Bukan Sekadar Tugas

Pendekatan KBMN sangat khas: peserta tidak dipaksa menulis, tetapi didorong untuk menulis dari hati. Fasilitatornya pun merupakan guru-guru senior yang telah menerbitkan puluhan buku. Salah satunya adalah Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd, yang lebih dikenal dengan nama Omjay.

Dalam banyak kesempatan, Omjay selalu berpesan, “Menulislah setiap hari, dan rasakan keajaibannya.” Ia percaya bahwa setiap guru punya kisah yang layak dituliskan dan dibagikan. WhatsApp menjadi media yang pas karena mengakomodasi proses ini dengan sederhana namun mendalam.

Komentar Omjay, Guru Blogger Indonesia

Omjay yang menjadi tokoh sentral dalam KBMN PGRI mengatakan:

> “WhatsApp itu sederhana tapi luar biasa. Lewat WhatsApp, kita bisa menjangkau ribuan guru dalam satu waktu, memberikan materi, mendampingi, dan menyemangati mereka untuk menulis. Bukan alatnya yang penting, tapi niat dan konsistensinya. Bagi kami, WhatsApp adalah jembatan menuju budaya literasi.”

Ia juga menambahkan bahwa banyak guru yang awalnya hanya pembaca pasif di grup WhatsApp, akhirnya berani menulis dan menerbitkan buku setelah mengikuti KBMN. Ini menunjukkan bahwa kekuatan komunitas dan motivasi bersama bisa mengubah seseorang dari “tidak bisa” menjadi “luar biasa”.

Hasil yang Terlihat Nyata

Sejak KBMN pertama kali diluncurkan, sudah ribuan guru dari seluruh Indonesia bergabung dan menghasilkan ratusan buku. Ada buku antologi, buku motivasi, bahkan buku pelajaran yang ditulis oleh para peserta KBMN.

Beberapa di antara mereka juga menjadi narasumber dalam pelatihan literasi, bahkan mendapat penghargaan dari pemerintah daerah karena telah menginspirasi rekan-rekan sejawat untuk menulis.

WhatsApp: Teknologi Sederhana, Dampak Luar Biasa

Di tengah maraknya aplikasi pembelajaran daring, KBMN PGRI justru membuktikan bahwa kemajuan tidak selalu ditentukan oleh teknologi yang canggih, melainkan oleh kebersamaan, semangat, dan kemauan untuk berbagi ilmu. WhatsApp, yang awalnya hanya digunakan untuk komunikasi biasa, disulap menjadi ruang belajar yang penuh makna.

Di sinilah letak keistimewaan KBMN: bukan platform yang menentukan kualitas pembelajaran, tetapi kualitas komunitas dan niat baik penggeraknya.

Penutup

Belajar menulis lewat WhatsApp mungkin terdengar sederhana. Tapi di tangan para guru pejuang literasi, aplikasi ini menjadi senjata perubahan. KBMN PGRI bukan hanya sekadar program menulis, melainkan gerakan moral dan kultural yang menghidupkan semangat literasi dari bawah. WhatsApp hanyalah alat. Namun dengan niat, semangat, dan pendampingan yang tulus, alat sederhana ini bisa melahirkan ribuan penulis hebat di negeri ini.

Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah – omjay
Guru blogger Indonesia
Blog https://wijayalabs.com

Hari Ketiga Belajar di Negara China

Matahari belum terlihat. Adzan subuh tidak terdengar seperti di Bekasi. Kami sholat subuh pukul 05.30 waktu setempat. Sebenarnya ingin bangun tidur berolahraga mengelilingi kampus China University oF Mining and Technologi (CUMT). Luas kampusnya 260 hektar. Luas banget untuk ukuran kampus. Dibandingkan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ya jauh banget!

Read More

Belajar Menyenangkan di Sucofindo Cibitung

Jum’at , 3 Desember 2010 saya diminta oleh bapak Abdul Hadi Wijaya untuk memberikan materi belajar yang menyenangkan di Aula Sucofindo Cibitung. Acara yang digagas oleh konsutan pendidikan PT. SAGA Bandung ini bekerjasama dengan dinas pendidikan kabupaten Bekasi. Ada sekitar 400 orang guru SD dan SMP Negeri di kabupaten Bekasi hadir.

Sebagai seorang trainer, dan pembicara di bidang pendidikan, tentu saya sangat senang dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan teman-teman guru. Apalagi guru-guru sekolah negeri yang ada di kabupaten Bekasi.

Read More

Pengamen Cilik dan Suasana Ibu Kota

Pagi ini, Sabtu, 8 Mei 2010 saya berangkatdari rumah menuju telkom Jakarta Barat di Jl. Letjen S.Parman. Saya menggunakan bus kota dari dari tol jatibening bekasi menuju slipi. Di dalam bus kota itu saya tertarik melihat seorang anak kecil yang menjadi pengamen bus kota bersama kakaknya.

Saya benar-benar terharu dan merasakan betapa teganya orang tua yang menyuruh anaknya untuk menjadi pengamen. Mengeksploitasi anak-anak untuk bisa mendapatkan rupiah.

Coba anda bayangkan, seorang anak kecil yang seharusnya masih duduk di bangku taman kanak-kanak (TK) harus mengais rezeki menjadi pengamen cilik di dalam bus kota bersama kakaknya.

Dia menyanyi tanpa malu-malu lagi dihadapan kami. Lagu-lagu yang dinyanyikan pun adalah lagu-lagu  orang dewasa yang seharusnya lebih pantas dinyanyikan oleh orang dewasa.

Selengkapnya ada di sini.

PROSES BELAJAR-PEMBELAJARAN : SUATU PROSES KOMUNIKASI

Prof. DR. Sudarsono Sudirdjo, M.Sc Ed.

Pengantar

Sering dikatakan bahwa proses belajar pembelajaran adalah merupakan proses komunikasi dimana terjadi proses penyampaian pesan tertentu dari sumber belajar (misalnya guru, instruktur, media pembelajaran,dll.) kepada penerima (peserta belajar, murid, dsb), dengan tujuan agar pesan (berupa topik-topik dalam mata pelajaran tertentu) dapat diterima (menjadi milik, di-shared) oleh peserta didik / murid-murid. Kesadaran yang demikian ini tidaklah dijumpai dalam penyelenggaraan pendidikan yang telah berlangsung dari abad ke abad, melainkan baru terjadi pada sekitar tahun 1950-an, pada waktu Berlo mengembangkan suatu model komunikasi yang disebutnya SMCR, singkatan dari Source, Message, Channel dan Receiver. Model SMCR dimaksudkan untuk menunjukkan terjadinya proses komunikasi antar manusia (human communication) yang diilhami oleh model komunikasi yang telah dikembangkan lebih dahulu oleh Shannon-Weaver pada tahun 1946 dalam bidang matematika dan elektronik dengan unsur-unsur komunikasi seperti Source (Sumber), Transmitter (pemancar), Message (pesan), Signal, Noise (gangguan), Receiver (pesawat penerima) dan Destination (tujuan yaitu orang yang diharapkan dapat menerima pesan yang disampaikan).

Adanya kesadaran bahwa proses belajar dan pembelajaran adalah merupakan proses komunikasi membawa implikasi-implikasi yang sangat penting dan mendasar bagi penyelenggaraan dan pelaksanaan serta hakikat proses belajar dan pembelajaran itu sendiri.

Read More