Yuk Kita Kelola Jejak Digital dengan Baik
Saat ini semua orang mengenal dunia digital, anak-anak, orang dewasa bahkan orang tua tanpa terkecuali telah di hadapkan pada era dimana kita selalu berdampingan dengan internet. Bagaimana kita bisa Kelola jejak digital dengan baik? Jejak digital merupakan jejak data yang diperoleh ketika seseorang menggunakan internet.
Kita bisa lihat mesin google untuk melihat nama kita dan nama seseorang yang kita kenal. Misalnya seorang dosen yang multitalenta, setiap materi yang disampaikan dapat diterima oleh semua mahasiswa dengan paham, antusias. Gayanya energik, membuat kami belajar semangat tanpa ngantuk. Atau nama seorang guru kita yang berkesan dalam kehidupan kita.
Coba kita mencari nama guru dan dosen yang kita kagumi. Apakah ada foto yang tertera dalam pencarian di mesin google atau tidak.
Nama guru favorit kita sejak mulai dari seorang profesor dan nama guru SMA, SMP, SD, tapi kenapa ketika di kopling foto mereka tidak ada. Nama mereka tidak ada di internet padahal mereka adalah orang-orang hebat. Tenyata tidak banyak jejak digital mereka bahkan ada yang tidak ada sama sekali di internet. Ini membuktikan bahwa guru atau dosen tersebut tidak mengelola dengan baik jejak digitalnya.
Lalu bagaimana dengan kita mengajar di SD, SMP atau dosen perguruan tinggi kalau kita tidak serius mengelola jejak digital kita sendiri, Maka nama profesor guru-guru yang sudah kita browsing itu akan hilang ditelan waktu digantikan oleh guru baru yang kemudian hilang lagi, karena semua tidak serius mengelola jejak digital dengan baik. Ketika seseorang mencari sesuatu sekarang ini ada mesin andalan oleh orang di seluruh dunia Google mesin pencari, seberapa hebat kita mohon maaf kita belum terhubung atau belum terlacak oleh Google.
Walau kita di sekolah di sukai oleh ratusan atau ribuan murid ketika kita bertanya atau memperhatikan di sekolah kita yang ketika lulus 3 tahun yang lalu. Apa yang terjadi? Mereka lupa hampir semua nama guru, itupun tidak sampai 5 tahun atau yang tidak terlacak.
Jika alasanya jaman dulu belum ada internet dan sebagainya kita berargumen yang salah. Coba cari Ki Hajar Dewantoro, Cut Nyadien, Laskar Pelangi, Manuel Kasiepo, dan sebagainya yang mungkin hidup di era internet belum ada. Kemudian cari juga Sidarta Gautama, Dalai Lama, Mother Theresa, Nabi Muhammad, dan sebagainya yang berasal dari era internet belum ditemukan.
Apakah mereka mengelola jejak digitalnya sendiri ? … tidak, bahkan mereka tak tahu apa itu internet, apa itu digital. Legendanya diarsipkan oleh orang lain, kita pun bisa seperti itu.
Maka di sini ada dua cara untuk merekam jejak digital dengan baik, pertama dilakukan sendiri dan kedua dilakukan oleh orang lain karena pengaruhnya yang sangat besar terhadap perkembangan kehidupan. Mereka meninggalkan jejaknya dengan karya. Terus karya apa yang mudah dan cepat untk melejitkan nama kita.
Setiap manusia bersifat unik. Jika keunikan itu direkam dalam dunia digital, bukan tidak mungkin jejak tersebut akan mengantarkan kita kepada nasib baik sebagai orang yang unggul, selanjutnya melejit. Tapi bagaimana itu akan melejit jika kita tidak membuat jejak digital. Jadi persoalanya bukan karyanya, tapi perbuatan melejitkan keunikan diri anda yang mungkin kita anggap biasa-biasa saja tetapi ketika itu kita Kelola dengan baik, maka itu akan menjadi sesuatu yang melejitkan nama kita dan dalam jangka waktu yang sangat lama. Caranya kita bisa meninggalkan konten di instragram, di berbagai blog, di website, di facebook, di youtube atau apa saja media digital lainnya.
Jejak digital itu berupa apa saja bisa berupa karya lukis, tulisan, foto bisa saja foto kemeja atau cerita keluarga anda, kebun anda, seragam anda atau apa saja kegiatan yang kita lakukan. Karena saat ini dunia tidak terbatas. Ceritakan dengan bahasa yang baik dan bisa di ambil kebaikan di dalamnya agar orang lain bisa mengambil kebaikan di dalamnya dan kemudian mendokumentasikan kebaikan itu dan tertancap menjadi jejak digital. Tetapi jika kita tidak mendokumentasikan kebaikan kita jejak digital yang kita bikin sendiri. Bagaimana kita mau dikenal? Kita tulis semau kita karena itu blog-blog kita, facebook kita atau pun twitter dan instragram kita. Tulis agar bisa menginspirasi orang lain. Kabarkan apapun kegiatan yang kita lakukan untuk memberitahukan kepada dunia, apa yang kita lakukan. Karena saat ada orang yang mengabarkan keburukan tentang kita maka yang di temukan adalah jejak digital keburukan kita.
Bukan persoalannya ketersediaan jaringan alat bukan, walaupun di daerah kita digital belum di anggap penting tapi sekarang pekerjaan apa yang tidak menggunakan digital ? kuncinya adalah pada niat memanfaatkan digital itu untuk kepentingan pekerjaan, memudahkan pekerjaan, meningkatkan kwalitas pekerjaan dan menebarkan kebaikan . Setelah itu digital menjadi suatu hal yang sulit kalau kesadaran itu semua sudah muncul pada diri seseorang.
Seberapa pun sederhananya kita, kalau kita meninggalkan jejak konten positif atau kebaikan di media digital maka akan ada sesuatu yang dikenang dari kita. Selain itu, Ketika kita sudah tiada, kebaikan yang kita tinggalkan akan mengalir terus sebagai amal jariah. Oleh karena itu, tiada alasan lagi untuk kita bisa tinggalkan jejak digital dan kelola jejak digital kita dengan baik.
Perlu kita ingat, Jangan asal dalam meninggalkan jejak digital. Kita harus selalu berpikir ulang sebelum menyebarkan sesuatu di internet. Apakah konten itu perlu atau tidak. Semakin sedikit kita aktif di media sosial, semakin sedikit jejak digital kita yang terlacak. Buat citra kita di media sosial terlihat baik dengan tidak banyak mengeluh, mengomentari suatu hal dengan kasar, dan melakukan perundungan atau bullying.
Salam sehat, tetap semangat dan teruslah tinggalkan jejak digital kebaikan kita. Salam literasi.
Gunungkidul, 27 Desember 2021
Profil
Sumarjiyati, S.Pd.I adalah seorang guru PAI di Sekolah Dasar Negeri Karanganyar kabupaten Gunungkidul. Kegiatan selain mengajar adalah menulis. Menulis baginya adalah bagian terpenting dalam hidup. Dengan menulis maka kita akan bahagia, bahagia bisa berbagi dan menginspirasi.
Selama mengikuti pelatihan menulis di tahun 2020 telah berhasil menulis 32 buku antalogi diantaranya: Mencermati Potret Pendidikan Era 4.0, Moment Special sang Guru,Pelangi Hati, The Meaningful True Stories, Kobaran Semangat Ngeblog, Surat Untuk Ibu, Semesta Merestui, Kisah Inspirasi Sang Guru, Oktober Bermakna, Zulmat,Detik Pertama jatuh cinta dan 2020 bercerita dan lain-lain. Buku kumpulan cerpen “ Menebar Benih Menuai Kasih” adalah buku solo perdananya. Menyusul Buku kedua tentang pendidikan. Panduan Membaca Al-Quran dengan Tajwid Materi SD.
Penulis lahir di Gunungkidul pada tanggal 27 Agustus 1981 dan berdomisili di Karangasem B, RT 01 RW 06, Karangasem, Paliyan, Gunungkidul 55871. Hobi : Membaca. Saat ini mulai senang menulis. Apabila ingin menghubungi penulis bisa melalui WA 08112776583 atau email daffakanu@gmail.com dan bisa juga berkunjung ke blog penulis dengan alamat
81-atik.blogspot.com.
FB Atik Suripto
IG: @atik_suripto
Kesan
Mengikuti pelatihan GMLD dari PGRI membuat saya lebih memahami banyak materi tentang dunia Digital yang sangat di butuhkan saat ini serta menambah banyak teman dari seluruh penjuru Nusantara Terimakasih PGRI dan segenap tim GMLD. Semoga banyak guru dari seluruh Nusantara yang mengikuti pelatihan ini agar banyak orang yang semakin memahami betapa penting nya kita mengelola dunia Digital kita.