Menjadi Pejuang Kebenaran di Tengah Gempuran Hoaks
Oleh : Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM
Berkenalan dengan SMS
Sebelum media sosial populer dewasa ini, penulis pernah mengalami zaman dimana pesan dikirimkan melalui SMS (short message service) dari telepon genggam yang satu kepada telepon genggam yang menjadi tujuannya. Telepon genggam ini juga dikenal dengan istilah telepon seluler atau ponsel.
Penulis sendiri mulai berkenalan dengan dengan ponsel sekitar tahun 2000-an silam. Saat itu penulis mendapat hadiah sebuah ponsel dari seorang sahabat bermerek Nokia 2200.
Pada masa itu penulis merasa bangga sekali membawa ponsel tersebut kemana-mana; karena belum banyak kenalan penulis yang memiliki ponsel di zaman itu. Melalui ponsel tersebut penulis dapat berkirim pesan sepanjang 160 karakter untuk satu kali SMS. Jika penulis mengetikkan kalimat melebihi jumlah karakter yang ditentukan, maka secara otomatis pesan itu terpotong. Namun di kemudian hari, panjang karakter yang bisa kita kirimkan melalui SMS mengalami perkembangan. Kita dapat mengetikkan kalimat yang lebih panjang dan nantinya akan terkirim secara bersambung melalui ponsel.
Seperti ditulis CNN Indonesia, ide mengirimkan pesan melalui telepon pertama kali digagas oleh Matti Makkonen pada tahun 1984 pada sebuah konferensi telekomunikasi. Namun Matti bukanlah orang yang pertama kali menggunakan medium komunikasi tersebut.
Melalui bantuan komputer, Neil Papworth menjadi orang yang pertama kali mengirim SMS ke ponsel Richard Jarvis – salah seorang rekannya, yang merupakan seorang eksekutif di Vodafone (sebuah perusahaan telekomunikasi asal Inggris). Pada masa itu Neil mengirimkan ucapan Selamat Natal kepada Richard yang tengah menghadiri pesta liburan kantornya di Newburry, Inggris, dan mempergunakan ponsel bermerk Orbitel 901.
Dan Nokia merupakan perusahaan telekomunikasi pertama yang berhasil memroduksi ponsel yang mampu mengirimkan pesan singkat dan peristiwa itu terjadi pada 1984 melalui peluncuran Nokia seri 2010. Ponsel berbagai merk kemudian bermunculan. Awalnya mengusung teknologi 1G yang masih bersifat analog. Lalu berkembang lagi menjadi generasi 2G berbasis GSM di Eropa dan CDMA di Amerika.
Hingga akhirnya muncul generasi 3G yang mengubah wajah ponsel jadul menjadi gawai seperti wajah mutakhirnya dewasa ini. Perkembangan terus berlanjut dan kemampuan gawai pun kian hari kian digdaya dengan seabrek fasilitas pendukungnya.
Mencermati Wajah Hoaks yang Menarik
Sejak pengiriman pesan dapat dilakukan antar ponsel jadul melalui SMS, penyebaran hoaks telah dimulai. Definisi hoax/hoaks menurut Lexico Oxford Dictionary yaitu: “A humorous or malicious deception.” Dan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “hoaks” diartikan sebagai informasi bohong.
Sesuai dengan pengalaman penulis, di zaman itu isi hoaks yang dikirimkan berisi penipuan dengan label pemenang undian atau kuis berhadiah. Biasanya penerima pesan akan diberitahu bahwa diri mereka beruntung karena telah memenangkan sebuah undian atau kuis dan berhak atas sejumlah uang atau hadiah menggiurkan.
Biasanya pengirim pesan akan menyertakan nomor telepon yang bisa dihubungi. Mereka-mereka yang “tergiur” dengan isi berita gembira tersebut, akan mencoba menghubungi nomor telepon yang sudah disertakan. Tidak sedikit yang kemudian tertipu setelah mengikuti instruksi untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening si penipu, bahkan nilai nominalnya mencapai jutaan rupiah.
Saat media sosial seperti Facebook mulai digandrungi oleh masyarakat di Indonesia di tahun 2008 silam, maka banyak orang secara beramai-ramai bergabung di dalamnya. Situs jejaring sosial yang perannya menggantikan friendster.com ini per April 2010, telah memiliki jumlah pemakai di Indonesia sebesar 21 jutaan orang. Tentu angka ini adalah jumlah yang fantastis!
Pada mulanya masyarakat kita memanfaatkan Facebook untuk mencari dan menemukan para sahabat, keluarga, dan handai taulan yang selama “rentang waktu tertentu” tidak pernah menjalin komunikasi dengannya. Namun di kemudian hari dinding status di jejaring sosial ini pun dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menyebarkan hoaks kepada masyarakat luas.
Karena wajah hoaks tersebut tampak begitu menarik dan meyakinkan, maka ada sebagian orang yang tidak sadar bahwa dirinya telah ikut menyebarkan hoaks kepada orang lain yang berjejaring dengannya. Hoaks juga menyebar melalui jejaring sosial lainnya, misalnya Twitter dan Instagram yang populer di kemudian hari.
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, ponsel jadul yang ada kemudian bertransformasi menjadi gawai canggih – yang kemudian hari juga dijadikan salah satu sarana untuk menyebarkan hoaks secara masif melalui jejaring telepon seperti WhatsApp dan Telegram.
Peran Pemerintah dan Penyelenggara Jejaring Sosial
Menyikapi perkembangan hoaks yang masif, maka pihak penyelenggara Facebook, Twitter, maupun Instagram misalnya; pun mengeluarkan berbagai kebijakan atau regulasi untuk meredam persebaran hoaks yang kian lama kian sulit dibendung.
Sederet aturan diberlakukan secara bertahap dari waktu ke waktu. Bahkan di ketiga aplikasi media sosial ini, terkadang pesan yang kita kirimkan secara otomatis terblokir karena dinilai “tidak sesuai” dengan pedoman komunitas.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI) bersama lembaga terkait juga menyediakan layanan aduan terkait penyebaran hoaks ini. Informasi yang berisi konfirmasi resmi dari Kominfo dan jejaringnya perihal berita hoaks yang sedang beredar, selalu dilaporkan secara rutin melalui situs resmi Kominfo maupun jejaringnya; juga di media sosial yang mereka kelola.
Bahkan ketika zaman SMS masih sedang naik daun, para penyelenggara telekomunikasi seperti Telkomsel, Indosat, XL, dan lainnya sudah membuka layanan aduan bagi masyarakat untuk melaporkan nomor telepon seluler yang dianggap menyebarkan informasi berisi penipuan atau berita bohong.
Para penyebar hoaks pun saat ini dapat dijerat dengan Undang-Undang ITE (Informasi, dan Transaksi Elektronik). Bahkan mereka bisa dikenai banyak pasal terkait perbuatannya yang tidak bertanggung jawab itu. Selain UU ITE, para penebar hoaks juga rentan terkena sanksi dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan Undang-undang lain di luar KUHP.
Dalam pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) disebutkan: “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Jika melanggar ketentuan di atas pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.”
Peran Kita: “Pejuang Kebenaran di Tengah Gempuran Hoaks”
Mengamati hadirnya hoaks yang hingga hari ini masih tetap ada dan masih disebarkan secara luas, masif, dan terstruktur; tentu semua itu menjadikan kita geleng-geleng kepala. Betapa tidak, hoaks yang dulu sangat mudah dikenali, lambat laun mengalami transformasi diri sedemikian rupa, hingga kemudian menjadi tersamar dan susah dikenali.
Apalagi dari pengamatan penulis selama setahun terakhir, banyak diantara hoaks yang beredar dengan sengaja menutupi “kebohongannya” atau “kesesatan informasi yang disampaikannya” dengan jalan menyertakan tautan berita yang benar atau valid. Bahkan beberapa situs berita terkenal semacam tempo.co, kompas.com, atau tribunnews.com juga dicatut dalam badan teks narasi hoaks yang diedarkan melalui pesan berantai melalui beragam media sosial yang ada.
Menjadi seorang “pejuang kebenaran” di tengah gempuran hoaks tentu tak semudah membalikkan kedua telapak ini. Apalagi jika kita berjuang di dalam komunitas atau kelompok yang seharusnya “melek” literasi.
Di awal masa-masa pandemi, penulis seringkali menegur beberapa rekan guru yang kedapatan menyebarkan hoaks di grup-grup yang juga penulis ikuti. Tidak semua guru bersedia menerima teguran yang penulis sampaikan. Bahkan dalam beberapa pengalaman, penulis justru mengalami perundungan di grup tersebut. Ujung-ujungnya penulis disudutkan dan menjadi seorang “terdakwa”! Aneh bin ajaib, namun itulah faktanya.
Sebagai seorang pejuang hoaks, di satu sisi penulis tidak hanya mempunyai kewajiban untuk “menyerang” setiap hoaks yang beredar di berbagai media sosial yang berhasil penulis amati. Namun di sisi lain penulis juga harus siap sedia menelan “pil pahit” berkali-kali. Apalagi jika mereka yang menyudutkan penulis notabene punya kuasa lebih.
Padahal untuk memberikan klarifikasi apakah sebuah informasi atau pemberitaan itu hoaks atau bukan, penulis tak pernah lupa untuk menyertakan sumber rujukan atau referensi yang memadai.
Meski dalam beberapa kesempatan penulis mengalami peristiwa tidak mengenakkan di atas, namun lambat laun seiring perjalanan waktu, hoaks yang beredar di grup-grup yang penulis singgung di atas makin lama makin berkurang intensitasnya. Kalau pun sekali waktu masih muncul, namun biasanya juga tidak banyak memperoleh tanggapan dari anggota grup tersebut. Barangkali anggota di grup-grup itu merasa “ikut” gerah menyimak pertempuran yang terjadi akibat hoaks yang muncul.
Secara pribadi penulis merasa senang dan lega, manakala mereka-mereka yang penulis tegur dan berikan edukasi, mau menerima kenyataan bahwa informasi atau edaran yang mereka sebarkan ternyata adalah “hoaks”. Bahkan tidak sedikit yang kemudian minta maaf kepada seluruh anggota grup seraya menarik pesan yang baru beberapa saat diunggahnya.
Dengan menarik pesan-pesan berisi hoaks lebih cepat, maka kemungkinannya akan semakin kecil bagi hoaks tersebut untuk tersebar secara lebih luas.
Hoaks biasanya memanfaatkan sistem penyebaran pesan secara berantai atau menganut prinsip sistem multilevel marketing. Sebuah hoaks yang diedarkan di sebuah grup media sosial, punya peluang untuk diteruskan kembali oleh sebagian atau seluruh penghuni media sosial itu ke jejaring pribadinya masing-masing.
Maka demikianlah, menjadi pejuang hoaks harus menjadi panggilan kita semua yang masih memiliki hati nurasi dan rasa ikut memiliki negeri ini. Apalagi saat ini negara kita masih berada dalam pusaran pandemi Covid-19. Peran kita sebagai “pejuang kebenaran” di tengah gempuran hoaks masih akan tetap dinantikan.
Menjadi pejuang hoaks, siapa takut?!
Banjarmasin, 24 Januari 2022
DAFTAR BACAAN :
Alkisah SMS yang Kini Berusia 25 Tahun di alamat https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20171204115035-185-259956/alkisah-sms-yang-kini-berusia-25-tahun diakses pada 16 Januari 2022, pkl. 20.15 Wita.
Mengenal Sejarah Handphone Pertama di Dunia dan Perkembangannya di alamat https://www.tagar.id/mengenal-sejarah-handphone-pertama-di-dunia-dan-perkembangannya diakses pada 16 Januari 2022, pkl. 21.07 Wita.
Pasal untuk Menjerat Penyebar Hoax di alamat https://www.hukumonline.com/klinik/a/pasal-untuk-menjerat-penyebar-ihoax-i-lt5b6bc8f2d737f , diakses pada 24 Januari 2022, pkl. 13.44 Wita.
Penebar Hoax Bisa Dijerat Segudang Pasal di alamat https://kominfo.go.id/content/detail/8863/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudang%20pasal/0/sorotan_media , diakses pada 24 Januari 2022, pkl. 13.35 Wita.
Penyebab Akun Twitter Disuspended di alamat https://sites.google.com/a/student.unsika.ac.id/asep-saeful-bachri/media-sosial/akun-twitter-di-suspended , diakses pada 20 Januari 2022, pkl. 11.43 Wita.
Perkembangan Facebook di Indonesia di alamat https://sites.google.com/a/student.unsika.ac.id/asep-saeful-bachri/media-sosial/perkembangan-facebook-di-indonesia, diakses pada 20 Januari 2022, pkl. 11.25 Wita.
10 Media Sosial Luar yang Populer. https://sites.google.com/a/student.unsika.ac.id/asep-saeful-bachri/media-sosial/10-media-sosial-luar-yang-populer, diakses pada 20 Januari 2022, pkl. 11.48 Wita.
PROFIL PENULIS
Nama saya Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM. Saya dilahirkan di Blora–Jawa Tengah, 24 November 1978. Saya lulusan S-1 Manajemen STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Pancasetia Banjarmasin tahun 2013. Pada tahun 2019 lalu saya menjalani wisuda Pascasarjana pada Program Studi Magister Manajemen STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Pancasetia Banjarmasin. Saya masih mempunyai cita-cita untuk kuliah ke jenjang yang lebih tinggi di masa mendatang.
Sejak Januari 2016 saya mulai berkarya sebagai guru tetap di SD Mitra Kasih Banjar. Pernah menjadi guru kelas selama 3 tahun berturut-turut. Sejak TA 2019/2020 saya dipercaya mengajar Bahasa Indonesia di SMP Mitra Kasih Banjar. Di TA 2020/2021 ini saya masih mengajar Bahasa Indonesia di SMP Mitra Kasih Banjar sekaligus menjadi guru bidang studi Komputer (ICT) di SD Mitra Kasih Banjar. Sedangkan mulai TA 2021/2022, saya mengajar Bahasa Indonesia dan IPS di SMP Mitra Kasih Banjar dan mengampu bidang studi PPKn di SMA Mitra Kasih Banjar.
Hingga hari ini penulis telah menghasilkan sekitar 20 buku (baik perorangan maupun antologi), dan banyak tulisan pada beberapa media cetak maupun daring (Mingguan Katolik HIDUP Jakarta, UCAN News, Majalah HATI BARU milik Kongregasi MSC situs SESAWI.net, Buletin HoPe Komkep Keuskupan Banjarmasin, Buletin MEDIA Keuskupan Banjarmasin, Majalah VENTIMIGLIA Keuskupan Banjarmasin, Majalah IMMACULATA Paroki Santa Perawan Maria yang Terkandung Tanpa Noda Kelayan, dan sebagai penulis lepas). Selain itu aktif menulis di berbagai media baik cetak maupun daring (online).
Daftar situs pribadi dan media sosial :
https://terbitkanbukugratis.id/dionisius-agus-puguh
https://gurudionindonesia.blogspot.com
https://www.kompasiana.com/agus-puguh-santosa
FB : Dionisius Agus Puguh | IG : Dionisius Agus Puguh | Twitter : Dionisius_Agus
WA/HP : 0896 723 57 347 | Email : agussantosa41@guru.smp.belajar.id
Kesan mengikuti Komunitas GMLD :
Komunitas ini memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang dunia menulis. Terima kasih kepada Mz. Phia Selfiarti, Bapak Dail Ma’ruf dan tim GMLD. Semoga selalu sukses dan maju. Salam literasi dari Kota Seribu Sungai: Banjarmasin.