Wajah-wajah Guru dan Dosen di PGRI
Selasa, 25 Juni 2019 pukul 10.00 pagi, saya ikut rapat persiapan konggres PGRI yang ke XXII di gedung guru Indonesia tanah abang III no.24 Gambir Jakarta Pusat.
Rapat dipimpin langsung oleh ibu Prof. Dr. Unifah Rosyidi dan panitia pengarah ibu Prof. Dr. Ana Suhaenah Suparno. Dua Srikandi tokoh pendidikan Indonesia.
Bunda Unifah Rosyidi membuka acara. Penjelasan singkat tentang persiapan konggres pgri disampaikan oleh beliau.
Hal yang menarik bagi saya adalah ketika ibunda Ana Suhaenah berbicara sebagai stering comitte atau panitia pengarah konggres.
Entah mengapa pikiran saya terbang ke masa silam. Saat saya menjadi mahasiswa dan ibunda Ana menjadi rektornya. Kami mahasiswa IKIP Jakarta selalu siap sedia memberantas kemiskinan dan kebodohan. Belajar sanggup, mendidik bisa, aksipun sanggup. Dengan dilandasi kesadaran kritis, serta tanggung jawab moral.
Karena itulah saya mau dan bercita cita jadi guru. Ibunda Ana selalu berpesan untuk siap menjadi guru dan aktif dalam organisasi guru.
Saat memberikan pengarahan kepada panitia konggres, beliau memberikan apresiasi kepada bunda Unifah yag baru saja dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Negeri Jakarta. Dari apa yang disampaikan ibunda Ana, bunda Unifah memang sangat layak untuk menjadi guru besar dan ketua umum pengurus besar persatuan guru republik Indonesia.
Bunda Ana masih tetap cantik dan enerjik dengan kerudung coklat yang menghiasi wajahnya yang cantik di usia senja.
Saya yakin konggres PGRI yang akan kita laksanakan di bulan Juli akan megah dan meriah. Sebab konggres ini dibidani oleh para guru besar yang sudah sangat berpengalaman dalam berorganisasi.
Sebagai guru yang mengajar di SMP Labschool Jakarta, saya sangat terinspirasi dan termotivasi dengan para pejuang pendidikan ini. Tetap memberikan kontribusi untuk kemajuan guru di Indonesia.
Wajah-wajah guru dan dosen saya temukan di PGRI. Bukan hanya guru dan dosen tapi juga tenaga pendidik dan kependidikan. Mereka yang sudah pensiun dari guru tetap semangat dan membesarkan PGRI. Tak ada mantan guru. Kalau mantan Pacar itu ada dihatiku.
Sebagai guru yang baru bergabung di PGRI, saya menemukan suasana kekeluargaan yang tidak saya dapatkan dari organisasi guru sebelumnya. Saya menemuakn ayah dan ibu serta kakak dan adik yang selalu membantu dengan tulus dan ikhlas.
Dulu, saya termasuk guru garis keras. Organisasi guru harus dipimpin sendiri oleh guru. Pensiunan guru dan dosen tidak boleh memimpin organisasi guru. Argumentasinya adalah organisasi tentara tidak mungkin dipimpin oleh mereka yang sudah pensiun dari tentara. Tentu saja yang memimpin adalah tentara aktif. Mereka yang sudah S3 (sudah sangat sepuh) ikut bergabung dalam organisasi purnawirawan TNI.
Guru di Indonesia ini belum bisa disamakan dgn tentara. Tata kelola guru masih jauh dengan tentara Indonesia yang siap ditugaskan dimana saja dan kapan saja.
Kita semua adalah guru. Mereka yang berprofesi sebagai guru pasti tahu apa yang harus dilakukannya sebagai guru. Hanya memberi tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia.
Kini dan esok PGRI akan mengalami perubahan besar dimana guru-guru muda diberikan kesempatan untuk tampil di depan. Mereka para guru tua membimbing yang muda dan memberikan keteladanan dalam berorganisasi.
Guru mengajar di sekolah. Dosen mengajar di kampus. Keduanya sama sama mengajar dan mendidik murid di tk dan sd, siswa di smp dan sma serta smk dan mahasiswa di perguruan tinggi.
Wajah wajah guru dan dosen akan selalu ada di PGRI dan teruslah bersinergi untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salam blogger persahabatan
Omjay
Blog https://wijayalabs.com