NEGARA PENCATUT
Oleh: Nusa Putra
Setya Novanto kembali membuat heboh dan gaduh. Belum lagi hilang dari ingatan kita apa yang dia dan Fadli Zon lakukan di Amerika Serikat yaitu mendukung calon Presiden Amerika Serikat yang sejak dulu terkenal rasis yaitu Donald Trump. Sifat rasis Trump antara lain diperlihatkan dari desakannya agar sejumlah masjid di Amerika Serikat ditutup sebagai balasan atas teros Paris. Itu artinya Trump secara terbuka menuduh Islamlah yang salah dalam teror Paris. Sungguh mengerikan, Setya Novanto dan Fadli Zon mendukung calon presiden yang rasis dan anti Islam.
Setya Novanto berkali-kali membuat heboh dan gaduh karena kasus hukum. Sejak 1999 ia sudah tersangkut kasus hukum. Sangat mengherankan ia selalu lolos. Karena itu bukan merupakan kejutan bila ia kini kembali diterpa isu tak sedap yaitu pencatut nama presiden dan wakil presiden dalam kaitannya dengan perpanjangan izin Freeport.
Kasus Setya Novanto hanyalah puncak gunung es. Artinya kasus pencatutan sudah berlangsung sejak dulu, terutama pada zaman Orde Baru. Karena itu bagi para pelakunya sudah dianggap sebagai kebiasaan dan tradisi yang normal, malah seharusnya.
Jika sekarang pencatutan bikin heboh dan gaduh, karena pelakunya sering tertangkap tangan dan mendapat hukuman. Dalam catatan KPK, selama masa 2004-2014 telah banyak anggota DPR yang terkena kasus karupsi yang merupakan upaya pencatutan. Mereka yang tercatat berasal dari PDIP 17, Golkar 15, Demokrat 4, PAN 1, PKS 1.
Kasus yang terhitung baru menjerat Jerro Wacik (Partai Demokrat), Fuad Amin (Gerindra), Adriansyah (PDIP), Rio Capella (Partai NasDem), dan Dewie Yasin Limpo (Partai Hanura). Semua kasusnya adalah pencatutan. Mencatut uang negara dan mencatut proyek.
Tidak hanya di tingkat pusat. Baru saja dua anggota DPRD DKI Jakarta ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan. Keduanya diduga melakukan pencatutan anggaran. Bareskrim tegaskan kemungkinan bertambahnya tersangka baru sangat terbuka.
Tengoklah kasus yang menjerat kader PKS yang merupakan Gubernur nonaktif Sumatera Utara. Saat kasusnya dikembangkan, mantan ketua dan anggota DPRD Sumatera Utara ditetapkan jadi tersangka. Sangat terbuka kemungkinan tersangka akan terus bertambah.
Mega korupsi Hambalang yang menjerat banyak kader utama Partai Demokrat dengan sangat jelas menunjukkan pencatutan yang dilakukan oleh para politisi yang menjadi legislator. Pengakuan aktor utama Hambalang yaitu Nazaruddin, nyaris semua proyek merupakan objek catutan para politisi. Ia menyebut pengadaan eKTP, kasus yang melibatkan petinggi Polri Djoko Susilo, dan sejumlah proyek besar lain tak pernah bebas dari pencatutan.
Begitupun kasus yang membuat Sutan Bhatoegana dari Partai Demokrat kena batunya, juga pencatutan. Politisi Golkar yaitu Zulkarnaen Djabar yang tersandung kasus pengadaan Al Qur’an pun merupakan kasus pencatutan.
Kita juga belum lupa bagaimana Angelina Sondakh dari Partai Demokrat masuk penjara karena mencatut proyek di lingkungan Kemdikbud. Nama Wayan Koster yang berasal dari PDIP banyak disebut dalam kasus Angelina, entah mengapa dia bisa lolos.
Politisi PDIP Emir Moeis juga jadi terpidana kasus karupsi terkait pencatutan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Ia terbukti bersalah menerima gratifikasi. Anas Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat sama saja. Masuk penjara karena pencatutan.
Daftar ini bisa terus diperpanjang jika kasus yang sama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota kita masukkan. Karena jumlah politisi yang menjadi legislator pada berbagai tingkat yang tersangkut kasus korupsi sangat banyak.
Untuk menunjukkan bahwa negeri ini adalah negara pencatut berikut beberapa catatan dari media massa. Suara Pembaruan ( 3 Oktober 2013) menulis,
Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memetakan ada tiga lembaga yang paling korup di Indonesia yakni kepolisian, parlemen, dan pengadilan.
Dari tahun ke tahun, ketiga lembaga ini terus mendapat rangking tertinggi, dengan peringkat yang kerap bergeser.
Kalau tahun 2012-2013, kepolisian menempati posisi nomor satu, maka pada periode 2010-2011 DPR menjadi lembaga terkorup nomor satu.
Bahkan untuk tingkat ASEAN, DPR dikenal paling kreatif dan paling jago korupsi. Itu terbukti sejak 2004-2013, KPK sudah menangani 65 anggota dewan yang korup.
Apa saja model korupsi yang dilakukan anggota DPR RI?
Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung di Jakarta, Kamis (3/10), mengatakan, dulu peta utama korupsi di DPR ada di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pengawasan, sesuai dengan tiga tugas dan fungsi utama DPR yakni legislasi, pengawasan, dan budgeting.
Sementara itu Republika (28 Februari 2013) memberitakan,
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak dihelat pemilukada pada 2004, hampir 3.000 anggota DPRD provinsi serta kota/kabupaten di seluruh Indonesia terjerat hukum. Tindak pidana korupsi mendominasi kasus hukum yang menjerat anggota DPRD.
Sebanyak 431 anggota DPRD provinsi terjerat kasus hukum. Berdasarkan surat izin pemeriksaan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada akhir 2012, sebanyak 137 (35,49 persen) orang diperiksa kepolisian dan 294 orang (64,51 persen) diperiksa kejaksaan. Dari 431 kasus, sebanyak 83,76 persen terjerat kasus korupsi, dan lainnya kasus pidana, pemerasan, dan perzinahan.
Jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang terseret kasus hukum lebih besar lagi mencapai 2.545 orang. Namun, hingga kini aparat kepolisian dan kejaksaan baru memeriksa 994 orang saja. Dari 2.545 anggota dewan, terdapat 1.050 orang (40,07 persen) teridentifikasi kasusnya adalah korupsi. Dengan kata lain, selama delapan tahun terakhir, setidaknya 2.976 anggota dewan terjerat kasus hukum yang didominasi kasus korupsi.
“Jumlah data itu terus bertambah karena anggota dewan yang tersangkut kasus hukum, ada saja setiap harinya,” kata Staf Ahli Mendagri Reydonnyzar Moenek, Kamis (28/2).
Dari dua pemberitaan itu saja sudah sangat jelas terlihat, betapa banyak pencatut di negara tercinta ini. Tentu saja kegiatan catut mencatut ini tidak berdiri sendiri. Pasti mendapat respon dan dukungan dari kepala daerah dan pejabat yang memang berwenang. Karena itu jumlah kepala daerah dan pejabat yang tersangkut kasus korupsi juga sangat banyak
KPK.go.id (6.08.2015) mencatat,
JAKARTA. Jumlah kepala daerah yang tersangkut tindak pidana korupsi terus bertambah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, selama 11 tahun terakhir, sudah ada 64 kasus korupsi yang menyangkut para kepala daerah di negeri ini. Dari 64 kasus tadi, sebanyak 51 kasus sudah diputuskan pengadilan.
Kepala daerah yang tersangkut korupsi tidak semuanya ditangani oleh KPK. Lebih banyak yang ditangani penegak hukum lain. Karena itu jika keseluruhannya dijumlahkan, sungguh sangat banyak. Kompas.com (4.02.2015) memberitakan,
JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyoroti banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus hukum. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada 343 kepala daerah yang berperkara hukum baik di kejaksaan, kepolisian, mau pun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah.
Banyaknya anggota legsilatif di pusat dan daerah yang tersangkut kasus korupsi, bersamaan dengan banyaknya kepala daerah tersangkut kasus yang sama menunjuktegaskan bahwa para pencatut memang sangat merajalela di negera tercinta ini.
Kita sama tahu, para pencatut apakah beroperasi di stasiun kereta api kelas ekonomi atau yang memanfaatkan jabatan tinggi, sama-sama menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan berlipat-lipat. Keuntungan maksimal, tentu dengan modal dengkul. Para pencatut itu adalah bandit yang tak tahu malu dan tak peduli. Tak peduli bahwa perbuatannya sangat merugikan orang lain. Karena itu,
SELAMA PENCATUT MERAJALELA, RAKYAT PASTI SENGSARA.
One thought on “Negara Pencatut”