Menjadi guru di zaman edan memang harus memiliki kekuatan moral yang tinggi. Bila tidak, maka akan banyak tantangan dan halangan melintang di depan mata. Musuh bisa menjadi kawan begitupun sebaiknya. Kawan bisa menjadi musuh dalam selimut. Tetaplah percaya dengan kemampuan diri agar engkau tak sakit hati ketika mereka meninggalkanmu hanya karena uang dan kekuasaan.

Indahnya suasana pagi di Jl. Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur.
Kebanyakan guru yang sms atau kirim email kepada saya cuma curhat tentang nasib dirinya. Omjay belum temukan guru yang sms atau email yang isinya memikirkan peserta didiknya. Guru harus mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Yuk kita belajar menjadi guru tangguh berhati cahaya. Guru yang pantang mengeluh dalam keadaan apapun.
Tidak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Mereka yang siap berjuang pastilah mau berkorban. Siap dapat kritik dari mereka yang tidak suka dengannya. Namun yakinlah bahwa kebanaran itu akan menemui jalannya. Mari kita perjuangkan bersama. SAVE TIK dan KKPI harga mati.
Kebanyakan dari kita ingin adanya perubahan. Tapi anehnya mereka tak mau berjuang. Mereka cuma diam merenungi nasibnya. Padahal dalam kitab suci sudah jelas. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu sendiri tidak ingin merubahnya.
3 thoughts on “Menjadi Guru di Zaman Edan”