Guru Supermen atau Guru Superteam? Tentu anda akan bertanya kepada saya bila membaca judul di atas.
Ada dua jenis guru. Guru yang bekerja untuk dirinya sendiri, dan guru yang bekerja dalam semangat gotong royong.
Guru yang biasa bekerja untuk dirinya sendiri biasa disebut supermen. Dia mengganggap dirinya serba bisa dan hebat dari guru lainnya. Padahal ilmu padi itu menunjukkan, semakin berisi semakin merunduk. Guru supermen selalu menganggap dirinya adalah manusia paling benar dan paling pintar.
Guru yang bekerja dalam semangat gotong royong tidak begitu. Baginya hidup untuk melayani sesama. Kolaborasi dipupuk untuk saling melengkapi dan menyayangi, karena tiada manusia yang sempurna. Hatinya tertuju kepada kebersamaan dan kemesraan. Dia bahagia selama hidupnya.
Guru supermen dan guru superteam dengan mudah kita temui di sekolah-sekolah kita.
Guru supermen ingin selalu dilayani, dan bicaranya seperti anggota DPR yang tertangkap kamera merekam dirinya. Jas safari seragamnya menjadi pertanda bahwa dia berpikir seragam tentang masalah pembelajaran. Kreativitas dipahaminya dengan makna yang homogen. Bila tidak sama, maka tak masuk dalam golongannya. Begitulah kira-kira saya mengandaikannya.
Guru superteam sangatlah berbeda. Baginya, dia hanya rakyat biasa yang malu bila terekam kamera. Jarang pakai seragam pemikiran bila tak diperlukan. Pikirannya liar melihat heterogennya masalah pembelajaran. Baginya perbedaan adalah teman diskusi dan menjadi ajang untuk saling melengkapi dan menghormati. Kolaborasi adalah kunci untuk mencapai kesuksesan.
Guru supermen lebih suka bekerja sendirian, dan guru superteam lebih senang bekerjasama untuk mencapai tujuan.
Pelayanan kepada sesama harus didahulukan, dan itu seyogyanya menjadi ranah penting dalam profesi guru yang ingin menjadi guru tangguh berhati cahaya.