PROBLEMATIKA MANUSIA: BERBAGI
Oleh: Nusa Putra
Anakku sewaktu di kelas awal SD pernah bertanya, mengapa Allah tidak menciptakan malaikat super yang bisa menjalankan semua perintah Allah. Jadi jumlah malaikat tidak sebanyak ini. Alasannya sangat sederhana, susah menghafal nama-nama malaikat dan tugas-tugasnya
Meski alasannya remeh, pertanyaan tersebut sebenarnya sangat mendalam. Allah Maha Kuasa, pastilah bisa menciptakan malaikat super itu. Tetapi mengapa menciptakan banyak malaikat?
Hakikinya pertanyaan ini hendak mempertanyakan hakikat makhluk dan perbedaannya dengan Khalik, Sang Pencipta.
Makhluk, mulai dari malaikat sampai belatung, termasuk manusia hakikatnya adalah terbatas. Keterbatasannya itu merupakan akar bagi kelemahan, kekurangan, kerentanan, kesalahan, ketakberdayaan, dan kejatuhannya.
Keterbatasan itulah yang membuat makhluk tak pernah bisa mencapai kesempurnaan. Paling tinggi capaian makhluk adalah nyaris sempurna. Bila kita menggunakan kata sempurna, seperti karya sempurna untuk manusia, ukurannya adalah kesempurnaan makhluk yaitu kesempurnaan yang tak sempurna.
Agaknya keterbatasan makhluk inilah yang menjadi alasan mengapa ada banyak malaikat. Dengan demikian setiap malaikat memiliki tugas yang spesifik, sehingga tiap malaikat bisa fokus dengan tugasnya masing-masing. Pekerjaan atau tugas sebanyak dan seberat apapun, akan terasa ringan dan lebih mudah dikerjakan bila dibagi-bagi. Jadi, pembagian dan berbagi merupakan keniscayaan bagi makhluk. Tidak demikian bagi Khalik.
Terlebih pada manusia, pembagian dan berbagi itu mutlak adanya. Selain alasan keterbatasan, masih ada satu alasan lain yang juga bersifat mutlak yaitu fakta bahwa bagi manusia berada berarti ada bersama. Keberadaan manusia hakikinya adalah kebersamaan, solidaritas bukan solitaritas. Kecuali Nabi Adam dan Nabi Isa, semua manusia lahir berkat kebersamaan dan kerjasama ibu dan ayah. Fakta ini tak terbantahkan. Bahkan bayi tabung pun adalah hasil kebersamaan dan kerjasama, malah melibatkan lebih banyak orang. Demikian pula halnya dengan kloning.
Konsekuensinya, manusia harus berbagi sebagai syarat untuk hidup secara normal, bermartabat, dan bermakna. Berbagi rezeki, berbagi pekerjaan, dan berbagi kebahagiaan. Itulah sebabnya dalam semua agama dan ajaran moral, berbagi mendapatkan tempat yang penting dan merupakan kewajiban utama. Dalam Islam, shalat wajib dalam kebersamaan yaitu shalat wajib berjamaah lebih tinggi nilainya tinimbang shalat wajib sendirian. Manusia yang dijamin masuk surga harus beriman dan beramal shaleh. Iman itu sepenuhnya urusan dan bersifat pribadi, tetapi amal shaleh itu bersifat intensional yaitu mengarah keluar menuju kebersamaan.
Maknanya kita harus berbuat baik untuk orang lain. Berbuat baik untuk orang lain itu memang tidak selalu mudah, penuh resiko. Tetapi harus dilakukan, karena amal saleh mensyaratkan dan mengisyaratkan itu. Sesungguhnya iman itu ibarat bensin, dan amal shaleh adalah kendaraannya. Kitalah pengendaranya.
Keberadaan, tempat, dan posisi kita di dunia dan di akhirat ditentukan oleh kemauan dan kemampuan berbagi. Berbagi itu tak lain dan tak bukan adalah buah dari iman. Berbagi itu menyebarkan dan memekarkan. Menyebarkan kebaikan, memekarkan sesama.
Namun, sudah merupakan takdir manusia bahwa berbagi itu memang sangat sulit dan sungguh mengandung resiko besar. Kita tentu tak bakalan lupa apa yang terjadi dengan anak Nabi Adam, Qabil dan Habil. Mereka bertengkar, memendam keiridengkian, dendam dan akhirnya saling bunuh, salah seorang tewas karena ketakmampuan untuk berbagi dan bersikap adil. Pembunuhan manusia pertama kali terjadi karena ketidakmampuan berbagi dan bersikap adil!
Berbagi itu memang lekat erat dengan keadilan. Ada manusia yang bisa berbagi, tetapi tidak bisa berbuat adil. Ia hanya mampu berbagi dengan sanak famili dan orang-orang yang loyal dan dekat dengannya. Biasanya berbagai pertimbangan yang seharusnya jadi persyaratan untuk berbagi dengan adil sama sekali tak ia hiraukan. Ia tanpa rasa malu berbagi dengan sanak famili dan teman dekat. Padahal sanak famili dan teman dekatnya itu bukan orang yang tepat dan memenuhi persyaratan, bahkan persyaratan minimal. Sikap seperti ini pasti pada akhirnya menuai badai. Sejarah panjang manusia telah membuktikan itu. Dalam konteks Indonesia, masih segar dalam ingatan kita bagaimana sikap seperti ini yang dikenal sebagai KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) telah menghancurleburkan rezim orde baru yang dikomandani Suharto.
Berbagi memang merupakan ujian yang sangat berat bagi manusia. Karena berbagi mengharuskan untuk menyerahkan apa yang merupakan miliki atau sesuatu yang berada dalam kuasa kita kepada orang lain. Inilah yang menjadi alasan utama kebanyakan manusia enggan berbagi dengan orang yang dirasa bukan teman atau dari golongannya. Kenyataan ini pula yang menumbuhsuburkan mumpungisme. Mumpung lagi kuasa, maka berbagilah dengan sanak famili dan teman dekat. Kapan lagi jika bukan sekarang?
Percayalah, sikap pilih kasih dan tidak adil dalam berbagi, apalagi menyangkut kuasa dan jabatan, kesempatan dan rezeki, pada akhirnya pasti akan berujung malapetaka. Karena pada hakikatnya berbagi dengan adil itu merupakan keniscayaan yang berakar pada fakta tak terbantahkan bahwa makhluk itu sangat terbatas kemampuan, daya tahan, dan kekuatannya.
BERBAGI ADALAH UJIAN TERBERAT BAGI MANUSIA.