Saya tersenyum membaca berita di website tempo. Dinas Pendidikan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan berencana untuk melakukan tes keperawanan bagi siswa SMA sederajat. Ini adalah bentuk arogansi dan intervensi berlebihan pejabat negara. Anda bisa membacanya di http://www.tempo.co/read/news/2013/08/20/173505737/Kata-Menteri-Nuh-Soal-Tes-Keperawanan-Siswi-SMA.
Lucu juga yah. Ada tes keperawanan untuk siswi baru. Lalu untuk siswanya kenapa tak ada tes keperjakaan? Tak adil. Enak di laki-laki dan tak enak di perempuannya. Konyol!!!
Terkadang kelakukan manusia saat ini semakin aneh-aneh saja. Tak salah bila teman saya mbak Dhitta Puti Sarasvati dari Ikatan Guru Indonesia (IGI) memberikan pemikirannya di blog pribadinya, dan dimuat di majalah potret Edisi 38 tahun 2010, dan telah direvisi pada 20 Agustus 2013. Anda bisa membacanya di http://mahkotalima.blogspot.com/2013/08/test-keperawanan-sebuah-pemikiran.html.
Puti menuliskan, Saat saya pertama kali mendengar usulan DPRD Jambi mengenai perlu diadakannya test keperawanan untuk siswi, saya benar-benar merasa kaget. “Ide gila,” pikir saya. Absurd.
Tujuan yang baik tetapi dengan cara-cara yang kurang baik atau tidak tepat akan menjadi tidak baik. Melakukan tes keperawanan untuk bisa masuk sekolah di SMA/SMK adalah langkah konyol yang memboroskan anggaran biaya pemerintah daerah.
Sebenarnya, ada langkah-langkah yang lebih bijak yaitu tes kesehatan. Seperti apa yang dilakukan di sekolah kami, SMP-SMA Labschool Jakarta. Tes kesehatan jauh lebih penting daripada tes keperawanan. Dalam tes kesehatan banyak item yang bisa diajukan sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Sebagai guru dan juga merangkap sebagai orang tua siswi, saya sangat berkeberatan adanya tes keperawanan ini. Meskipun katanya tujuannya baik, saya melihat masih ada cara-cara yang lebih baik dan lebih bijaksana.
Saya tak bisa membayangkan bila anak pertama saya Intan yang kini masuk SMA kelas X di SMA 6 Bekasi harus mengikuti tes keperawanan. Saya tak ridho dunia akhirat anak gadis saya di tes keperawanannya meskipun oleh seorang dokter. Buat apa?
Setiap manusia memiliki hak atas tubuhnya, tak terkecuali perempuan. Seorang perempuan berhak menolak untuk menunjukkan vaginanya kepada orang lain, tak terkecuali seorang dokter. Sungguh tidak adil apabila sebuah kebijakan memaksakan seorang perempuan untuk membuka kemaluannya untuk diperiksa demi alasan, “test keperawanan”. Begitulah mbak Dhitta Puti Sarasvati menuliskan dalam catatan facebooknya di https://www.facebook.com/notes/dhitta-puti-sarasvati/test-keperawanan-sebuah-pemikiran-instan-untuk-menanggulangi-seks-bebas/10151562912215264.
Lalu pertanyaannya sekarang, perlukah tes keperawanan untuk bisa sekolah di SMA? saya akan menjawab tegas, TIDAK PERLU.
Daripada duitnya buat tes keperawanan, lebih baik duit yang ada itu untuk kegiatan positif lainnya, misalnya untuk pembinaan keimanan dan ketakwaan (imtak) siswa maupun siswi melalui kegiatan pesantren kilat atau kepemudaan.
Saya tak melihat urgensi adanya tes keperawanan ini. Oleh karena itu, saya sangat mendukung adanya petisi batalkan rencana tes keperawanan ini. Bila anda setuju, Anda bisa membubuhkan tanda tangan di http://www.change.org/id/petisi/prof-dr-ir-mohammad-nuh-menteri-pendidikan-dan-kebudayaan-ri-batalkan-rencana-tes-keperawanan?utm_campaign=friend_inviter_chat&utm_medium=facebook&utm_source=share_petition&utm_term=permissions_dialog_true.
Semoga dunia pendidikan kita bisa menjadi soko guru yang baik bagi anak-anak kita. Hindarkan hal-hal yang tak perlu dilakukan. Jangan sampai terjadi, seorang oknum guru agama menggunakan jimat untuk mengetes keperawanan siswinya.
Tindakan tak senonoh itu dilakukan oknum guru agama dengan cara memanggil satu demi satu siswi ke ruang usaha kesehatan sekolah (UKS) untuk dites keperawanannya dengan menggunakan jimat, seperti yang diberitakan di http://edukasi.kompas.com/read/2009/01/28/11574325/Guru.Agama.Tes.Keperawanan.Pakai.Jimat.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
4 thoughts on “Perlukah Tes Keperawanan?”