Setiap kali mendengar suara adzan, hati ini selalu bergetar akan panggilan Allah untuk beribadah kepadaNya. Namun, pagi ini ada sesuatu yang begitu menyentuh hatiku. Suara adzan subuh itu seolah menegurku agar selalu melaksanakan sholat subuh berjamaah di rumah Allah. Malu rasanya hati ini. Malu rasanya diri ini. Hamba lebih mementingkan pekerjaan ketimbang panggilan Tuhan. Cinta dunia telah membuatku lupa kepada Allah.
Tanpa disadari, pekerjaan telah menjadi Tuhan. Panggilan Tuhan melalui adzan seringkali kita abaikan dan kamipun asyik dalam pekerjaan kami masing-masing. Tepat waktu dan segera ke rumah Tuhan menjalankan kewajiban terabaikan. Aku malu pada diriku sendiri. Begitu mudahnya aku lalai panggilan Tuhan, sang penguasa dunia dan segala isinya.
Sholat berjamaah memang mengandung banyak berkah. Siapa yang rajin menjalankan sholat berjamaah tepat waktu, maka dia akan menjadi pemenang buat dirinya sendiri. Ketika dirinya sudah dimenangkan, maka dia dapat memotivasi orang lain. Membuat dirinya menjadi teladan dan disenangi kawan. Selalu tepat waktu dan disiplin dengannya membuat dia menjadi panutan buat yang lain. Sesuatu yang belum kudapatkan selama ini.
Di dalam bus metromini S 62 ini aku merenung. Kunaiki mobil ini pukul 05.05 wib. Kumainkan jari jemariku untuk menuliskan renunganku. Tak terasa sudah sampai pancoran. Begitulah waktu berjalan sedemikian cepatnya.
Pak Rasyid Nur berkomentar, Semoga kesadaran akan kewajiban (pekerjaan) juga merupakan kesadaran akan perintah-Nya. Sholat memang tidak dapat dikalahkan oleh pekerjaan apapun. Selamat beraktivitas.
Ki Demang berkomentar, dari mana mau kemana bang Jay? btw, ada info seminar tentang pendidikan nggak? saya pengen ajak mertua saya. Beliau suka banget kalo ngomongin masalah pendidikan.
Kehidupan memang mengasyikkan. Kita pun tak sadar bahwa akan ada hidup sesudah mati. Suatu saat pasti kita akan mengalaminya. Cepat atau lambat! Dalam segala aktivits, jangan lupa untuk berdoa. Kitapun harus sadar diri, dari mana asal diri kita, dan hendak kemana sesudah mati. Seminar pendidikan dapat dijadikan sarana untuk menjawabnya. Semoga bisa terwujudkan pasca lebaran nanti.
M Zaenudin berkomentar, “Cinta dunia membuatku menambah cinta kepadaNYA”.
Di dalam busway, aku baca komentar mereka satu persatu. Rasanya begitu hati-hati sekali aku membacanya. Pelan kubaca isi pesannya di facebook. Walaupun belum kujawab, aku pastikan pesannya sampai dalam lubuk hatiku yang terdalam. Cinta dunia, seharusnya membuatku cinta kepadaNya.
Kulihat juga penumpang busway. Pikirannya sedang asyik dengan dirinya masing-masing. Tapi ada juga yang masih terkantuk-kantuk. Seperti orang yang duduk di sebelahku ini. Nikmat sekali memejamkan matanya padahal kota Jakarta begitu indah dilihat di pagi hari. Lancar dan damai. Selancar aku menuliskan ini dan sedamai hatiku yang merasa dekat dengan Tuhannya.
Setelah turun dari busway, kulihat sebuah spanduk kader partai bernomor 8. “Puasa momentum perubahan menuju kebaikan”. Itulah pesan spanduk yang kulihat pagi ini. Bolehkah aku memotretnya? Bukan untuk kampanye loh!
Saatnya kita berubah di bulan pendidikan kita. Saatnya kita merubah konsep yang salah dalam diri ini. Saatnya kita membaca kitab suci lebih dari hari biasanya, dan saatnya saya harus menghentikan tulisan saya yang panjang ini.
Puasa momentum perubahan menuju kebaikan. Tak terasa Tuhan telah mengarahkanku membuat judul postingan ini. Judul yang dibuat secara tak sengaja dan kuambil dari potongan-potongan komentar di status facebookku. Yuk kita berubah menuju kebaikan! Jadikan Puasa di bulan Ramadhan sebagai sarana untuk memperbaiki diri. Semoga kita tak lalai lagi panggilan adzan. Tinggalkan pekerjaan dan penuhi panggilan Tuhan, sang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay