Usai mengajar di sekolah Labschool Jakarta, saya langsung meluncur ke hall gedung dewan pers di Jl Kebon Sirih no.34 Jakarta Pusat untuk mengikuti diskusi produktif menghapus kesenjangan pendidikan.
Acara ini dilaksanakan oleh makmalpendidikan.net yang merupakan salah satu jejaring pendidikan dompet dhuafa. Lembaga ini merupakan laboratorium pendidikan yang berusaha menjawab kebutuhan terhadap pengembangan mutu dan peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini terbukti sejak 2004 makmal telah mendampingi 61 sekolah di 23 propinsi di Indonesia. Makmal juga telah melatih lebih dari 15000 guru dari 2690 sekolah di 25 propinsi. Sungguh kegiatan yang harus diberi apresiasi.
Dalam rangka memperingati momen pendidikan dan kebangkitan nasional, Senin, 20 Mei 2013, makmal menghelat diskusi produktif bertemakan “menghapus kesenjangan” di bidang pendidikan yang dihadiri oleh para praktisi dan pemerhati pendidikan, dari kalangan tokoh, profesional, institusi pendidikan, korporasi dan lain-lain termasuk juga media masa serta komunitas pendidikan. Hadir pula teman-teman guru dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) dan Indonesia Mengajar.
Sebagai salah seorang guru sekaligus dosen yang hadir dalam kesempatan itu, saya memberikan masukan tentang pentingnya kepemimpinan atau leadership yang mampu menghapus kesenjangan di bidang pendidikan.
Kita memerlukan seorang pemimpin yang amanah baik di pusat maupun daerah yang mampu mengeluarkan kebijakan yang berkeadilan dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Kesenjangan yang terjadi akhir-akhir ini dirasakan oleh mereka yang berada di daerah terdepan, terluar dan tertinggal di perbatasan Indonesia. Pendidikan yang memadai harus diakui masih dirasakan di pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Sedangkan di bagian belahan timur Indonesia kondisinya masih sangat memprihatinkan.
Kita harus sama-sama bergandengan tangan mengatasi kesenjangan ini dan tak perlu lagi menunggu uluran tangan dari pemerintah yang seringkali lambat melangkah. Hal ini diperkeruh lagi dengan adanya otonomi daerah yang menciptakan “raja-raja kecil” di daerah yang terkadang kurang berpihak kepada si miskin untuk mendapatkan layanan pendidikan yang layak sesuai dengan minat dan bakatnya.
Pemerintah dalam hal ini kemdikbud harus fokus kepada perbaikan cara mengajar guru dan melatih guru untuk menjadi guru profesional di bidangnya masing-masing. Uang yang ada sebaiknya difokuskan untuk meningkatkan mutu guru di seluruh Indonesia.
Hal yang utama adalah perbaikan kualitas guru di setiap daerah harus ditingkatkan dan sdm guru benar-benar diprioritaskan agar tersebar merata di seluruh Indonesia. Sehingga tak ada lagi daerah yang kekurangan tenaga guru profesional, dan mampu menginspirasi peserta didiknya menjadi seorang pemimpin. Guru yang berhasil adalah guru yang mampu melahirkan seorang pemimpin dan bukan pengikut.
Diskusi dibuka pukul 14.00 wib dengan pemutaran film profil makmal pendidikan dan sambutan dari direktur makmal pendidikan dompet dhuafa ibu Rina Fatimah.
Diskusi dipandu oleh mas Rizki (penyiar televisi) yang begitu bersemangat memandu jalannya diskusi produktif yang bersifat terbuka ini dan tidak ada panelis. Setiap peserta diminta menguatarakan gagasannya dan menawarkan solusi berdasarkan data dan bukan asumsi.
Saya duduk bersama pak Totok Amin Soefijanto dari Universitas Paramadina, pak Asep Safaat dari Sekolah Guru Indonesia (SGI), ibu Prof Marwah Daud Ibrahim dari ICMI, ibu Itje dari Britis Council dan ibu Rina dari Makmal Pendidikan. Tentu semua yang hadir disamping saya ini memberikan gagasan dan masukannya yang sudah dicatat untuk dipublikasikan di makmalpendidikan.net.
Terus terang saya tak banyak mencatat hasil diskusi produktif ini. Namun intinya kami yang hadir berharap tak ada lagi kesenjangan di bidang pendidikan. Semua orang Indonesia berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang terbaik dan semua itu harus dimulai dari SDM guru yang berkualitas, dan kebijakan pemerintah yang tepat sehingga uang negara yang digunakan betul-betul tepat sasaran dan tidak dikorupsi.
Perlu diketahui, akses pendidikan berkualitas saat ini hanya mampu dirasakan oleh masyarakat menengah ke atas dan masyarakat marginal seakan lestari dengan kemiskinan dan kebodohannya. Mereka masih tergopoh-gopoh untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas baik.
Kita berharap kebijakan pemerintah pusat lebih mampu menyelesaikan masalah sehingga tidak membuat kesenjangan semakin melebar seperti saat ini. Uang yang digunakan untuk ujian nasional dan kurikulum baru sebaiknya dipakai untuk meningkatkan kualitas guru melalui berbagai program pelatihan seperti apa yang sudah dilakukan oleh makmal pendidikan dengan sekolah guru indonesia (SGI), dan membuka sekolah laboratorium yang menerima anak-anak dari masyarakat marginal.
Kita juga berharap kebijakan pemerintah daerah dengan otonomi yang dimilikinya mampu mengelola tata pemerintahan yang baik sehingga berpengaruh terhadap kemajuan bidang pendidikan di daerah.
Kita berharap, bertemunya para pegiat, praktisi, dan pemerhati pendidikan dalam dikskusi produktif ini dapat menjadi wadah curah gagasan tentang problematika pendidikan.
Solusi mengatasi kesenjangan di bidang pendidikan adalah kita butuh seorang pemimpin yang visioner dengan sifat sidiq, tabligh, amanah dan fathonah. Tapi bukan ahmad fatonah yang ditangkap kpk dan meresahkan warga PKS. Hehehe.
Akhirnya menghapus kesenjangan pendidikan menjadi judul postingan saya ini. Semoga dapat dipahami karena kita ingin banyak orang yang berkomentar tentang pendidikan dan kesenjangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin. Bagaimana menurut anda?
Hasil kesimpulan diskusi produktif bisa dilihat di bawah ini.
Kesimpulan dan Rekomendasi Diskusi Produktif_20Mei
Salam blogger pendidikan
Omjay
https://wijayalabs.com/
3 thoughts on “Menghapus Kesenjangan Pendidikan”