Dulu saya perlu waktu untuk pindah rumah. Saya harus hijrah dari rumah lama ke rumah baru. Perlu waktu cukup lama meyakinkan istri bahwa kita harus hijrah untuk mencari suasana baru. Pindah rumah dari Cibitung ke Jatibening kota Bekasi.
Terus terang waktu itu antara tempat bekerja dengan tempat tinggal sangatlah jauh. Waktu saya habis di jalan. Saya bekerja di Rawamangun Jakarta Timur, sementara tempat tinggal di Cibitung Kabupaten Bekasi. Tentu anda bisa membayangkan berapa waktu yang saya tempuh setiap harinya. Kemacetan lalu lintas saya hadapi setiap hari.
Untuk menghindari macet, saya biasanya berangkat jam 04.30 pagi. Saya sholat subuh di masjid dekat stasiun tambun atau di terminal bekasi. Kalau saya berangkat agak siangan sedikit, maka saya akan tiba di Jakarta agak siang karena macetnya jalanan menuju kota Metropolitan.
Dulu saya siasati dengan naik kereta api. Tapi ternyata sudah tak manusiawi. Barang dan orang berkumpul menjadi satu. Saya mandi sauna berada di dalamnya. Ketika sampai di stasiun kereta Klender, maka baju yang saya kenakan sudah lusuh seperti orang yang baru saja habis berperang melawan musuh.
Dalam hati saya berdoa semoga mendapatkan tempat tinggal yang tak terlalu jauh dari dari tempat kerja. Alhamdulillah, orang tua saya sebelum meninggalkan menyampaikan pesan, kami sekeluarga diminta menempati rumah peninggalan orang tua. Keluarga besar setuju, dan saya mencicilnya pelan-pelan dari gaji saya setiap bulan. Kami pun pindah ke Jatibening, kota Bekasi yang jarak tempuh ke sekolah hanya sekitar 20-25 km.
Awalnya istri tak setuju saya pindah rumah. Sebab tempat tinggal yang kami tempati sudah nyaman sekali. Dekat kemana-mana alias rumah mungil yang dekat ke kamar mandi, ke kamar tidur dan juga dapur. Maklumlah kami menempati rumah tipe 27/72. Rumah kecil idaman keluarga.
Di rumah baru kami yang merupakan peninggalan orang tua, rumahnya jauh lebih luas. Lebih dekat ke sekolah dan ke tempat kerja. Tetapi sayang, banjir selalu datang bila hujan besar. Setiap kali hujan besar datang, pastilah rumah kami terkena banjir. maklumlah kami tinggal di komplek TNI Angkatan Laut.
Itulah bagian dari hijrah. Kita memang harus memilih. Rumah jauh tidak banjir, rumah dekat tapi banjir. Kalau ada pilihan ketiga rumah dekat dan tidak banjir, mungkin inilah pasti yang akan kami cari. Tetapi harganya? Itulah yang sekarang masih diawang-awang bagaimana cara mencari duitnya.
Dulu orang tua saya almarhum berpesan, “kalau kerja di jakarta, usahakan punya rumah juga di Jakarta”. Itulah pesan ayah yang tak terlupakan. Namun apa mau dikata. harga rumah di Jakarta sudah selangit. sulit buat saya yang berprofesi guru untuk membelinya. Tapi tidak buat teman saya.
Sore ini, Senin 6 Mei 2013, saya bersilahturahim main ke rumah barunya. Dulu beliau tinggal di BSD, Babelan Sonoan Dikit. Beliau biasanya berangkat di waktu subuh dan pulang di waktu Isya. Begitu terus setiap hari hingga sering sakit-sakitan.
Akhirnya, teman saya itu memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. Membeli rumah di Jakarta, walaupun kecil tapi layak huni. Alhamdulillah, impian beliau tercapai. Terbelilah rumah di Jakarta walaupun harus menjual mobil kesayangannya.
Hari ini, saya melihat keceriaan di wajahnya. Wajah yang dulu terlihat lelah, kini tiada lagi. Nampak kegembiraan terlihat di wajah itu. Apalagi saya melihat ada beberapa mahasiswi cantik yang menyetor uang kost di lantai atas rumahnya. Lumayanlah ada pemasukan dari hasil kost mahasiswi putri. Jadi iri saya, hehehe.
Saya dijamunya dengan semangkuk bubur kacang hijau dan ketan hitam. Kami mengobrol hingga waktu magrib tiba. Saya pun ikutan berjamaah di mushollah dekat rumah teman saya itu, yang juga merangkap menjadi imam mushollah tersebut. Wah nikmat sekali rasanya bisa sholat berjamaah seperti ini. Biasanya, waktu magrib saya masih di perjalanan. Masih terkena macet di jalanan.
Hijrah memang harus dilakukan bagi mereka yang memiliki keberanian untuk menjadi lebih baik. Memang untuk memutuskannya agak sulit. Sama sulitnya ketika seorang teman yang mengontrak rumah di Cibitung tapi kerjanya di Jakarta. Dia masih bingung untuk hijrah. Saya katakan saja, “kamu harus berani hijrah”, apalagi rumah yang kamu tempati itu masih rumah kontrakan, dan bukan rumah sendiri.
Begitulah suka duka bekerja di Jakarta. Bila tempat tinggal jauh dari tempat kerja, maka waktu akan habis di jalan. Belum lagi ongkos transportasi yang terus meningkat. Begitulah hidup, nikmati dan syukuri apa yang ada. Apakah anda pernah merasakannya?
salam Blogger Persahabatan
Omjay