Siang ini saya didatangi oleh sahabat saya, pak Satriwan. Beliau adalah guru di SMA Labschool Jakarta yang gemar sekali menulis. Beliau adalah guru PKn yang sangat produktif sekali menulis. Sudah banyak tulisannya tersebar di berbagai media. Oleh karena itu beliau telah membukukannya dalam sebuah buku yang berjudul GURU MENGGUGAT (Renungan untuk Dunia Pendidikan Kita).
Ketika buku ini diantar langsung ke ruangan kerja saya oleh penulisnya sendiri, saya langsung meminta tanda tangan beliau dalam buku yang dituliskannya. Bagi saya, buku ini sangat menginspirasi dan menggugah kesadaran saya bahwa guru sudah saatnya untuk berani menggugat. Bukan lagi hanya menjadi obyek penderita yang dimainkan oleh para penguasa. Terutama para pejabat pemerintah yang seenaknya sendiri mempermainkan nasib para guru. Guru terjebak dalam sertifikasi guru dan berebut jam mengajar. Inilah kisah nyata yang terjadi di sekolah-sekolah kita.
Buku Guru Menggugat hadir sebagai embun penyejuk bagi para guru dan siapa saja yang membacanya. Pikiran maju seorang guru era baru yang saya juluki bukan guru biasa. Wajar kalau sang penulis memulai isi bukunya dengan sebuah artikel yang berjudul mendidik itu memprovokasi.
Buku yang terdiri dari 5 bagian ini dimulai dengan sub judul bukan guru biasa, guru menggugat, tantangan dalam proses nation and character building-121, catatan penutup, dan sekedar puisi. Lima bagian penting itu terurai dalam berbagai artikel yang sangat menarik sekali untuk dibaca. Apalagi beberapa artikel itu sudah termuat di media cetak dan headline di kompasiana.com. Sungguh saya menjura hormat kepada penulis buku ini.
Buku setebal 247 halaman ini telah mampu membuka mata dan pikiran saya bahwa banyak sekali pekerjaan rumah di dunia pendidikan yang harus segera kita selesaikan. Ujian nasional yang amburadul, kurikulum yang dirancang dengan tergesa-gesa, dan peningkatan mutu guru yang kurang dilakukan oleh pemerintah. Bila ada kesalahan dalam proses pendidikan, selalu saja guru yang disalahkan.
Tak salah kiranya, bila kita memerlukan guru yang ditunggu dan dirindu. Guru yang mampu mengisi otak siswa bukan hanya dengan ilmu tetapi juga karakter building. Sebab guru yang berkarakter akan melahirkan peserta didik yang berkarakter pula.
Buku ini juga menuliskan alasan mengapa Guru juga harus berpolitik untuk memenuhi tuntutan zaman. Jangan jadi guru honorer juga menjadi artikel yang menarik untuk dibaca. Saya terpacu dan terpicu untuk membaca halaman demi halaman untuk mengupas buku ini secara mendalam.
Saya mengutip sedikit kalimat isi buku guru menggugat di halaman 3. “Jika mendidik adalah proses holistik, maka tentu dibutuhkan kompetensi para pendidik yang tak lagi dibatasi oleh nilai akademik semata. Bukan lagi Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang berbicara, bukan lagi sertifikat pendidik yang menentukan, atau seperangkat ijazah S1, tetapi melampaui syarat-syarat formalistik di atas”.
Saya begitu terenyuh dan tersentuh ingin melahap buku ini segera. Namun kesibukan kerja menghalangi saya untuk melahap buku ini. Padahal ingin sekali saya melumat habis isinya. Oleh karena itu, saya akan lanjutkan resensinya setelah kesibukan ini selesai, dan sekaligus mengupload foto isi buku ini. Sampai nanti ya!
Salam blogger Persahabatan
Omjay
One thought on “Buku Guru Menggugat Karya Satriwan (1)”