Ujian nasional yang tidak dilaksanakan serentak tahun ini masih menyimpan segudang masalah. Oleh karenanya tak salah bila banyak orang yang akhirnya mengirimkan surat cinta untuk mendikbud Muhammad Nuh. Bahkan UN diplesetkan menjadi ujian nuh, sebuah sindirin untuk pak nuh yang telah membuat un menjadi amburadul. Pak Nuh harus berani bertanggung jawab.
Kita tentu tak boleh bersorak sorai melihat keamburadulan itu. Apalagi soal un 20 paket yang sudah dilengkapi barcode ternyata masih bisa bocor. Dari situlah kita sudah tahu kalau maling selalu selangkah lebih maju. Namun sayangnya, pak nuh kurang menyadari itu dan terjadilah un tahun ini menjadi tahun terburuk dalam sejarah penyelenggaraan un. Pak nuh harus mengakuinya dengan jantan, dan jangan cuma menyalahkan percetakan yang lalai.
Solusi terbaik bila un masih ingin diterapkan tahun depan adalah adanya desentralisasi dan un hanya digunakan sebagai pemetaan saja. Mirip seperti ebtanas yang sudah pernah kita berlakukan. Un tak lagi menentukan kelulusan siswa. Serahkan proses kelulusan kepada dewan guru. Hal yang terpenting adalah guru di hadapan anak harus tetap up to date sebagai pendidik karena anak yang menilai/menyorot pendidik yang mampu menjadi agen perubahan. Pendidik jangan pernah berhenti meningkatkan perannya, dan dia harus menjadi soko guru di lingkungannya. Guru harus terus belajar sepanjang hayat.
Satu hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Selama pemerintah belum melakukan 8 standar nasional pendidikan dan tersebar merata di seluruh indonesia, maka penyelenggaraan un akan tetap amburadul. Pemerintah harus percaya kepada guru dan biarkan proses mengevaluasi diserahkan kepada dewan kehormatan guru di sekolah. Guru pada umumnya merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Sebagai seorang warga negara yang baik, tentu kita harus kritis dengan keadaan ini. Kalau semua pihak atau kalangan mau mengevaluasi dengan sudut pandang yang luas dan sesuai kaidah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 45 mungkin permasalahan pendidikan kita akan menemukan solusinya. Para pejabat di kemendikbud harus mengupayakan dialog dan mau mendengarkan masukan.
Begitupun dengan kurikulum 2013. Saya menyebutnya kurikulum sim salabim. Sebuah kurikulum yang dipaksa diterapkan tahun 2013, sementara guru sebagai pemain intinya tidak siap. Wajar saja bila media berteriak dan meliputnya. Saya sendiri telah menuliskan di blog pribadi dengan judul, Bismillah saya menolak kurikulum 2013.
Ada banyak alasan mengapa kurikulum 2013 layak untuk ditolak. pertama, ia dibuat tidak berdasarkan kajian ilmiah. kajian yang dilakukan oleh PUSKUR selama beberapa tahun sebatas merekomendasikan revisi terhadap KTSP. Jadi, perombakan total kurikulum murni kebijakan politik. Kedua, bahan uji publik yang dipublikasikan oleh kantor KEMDIKBUD sebatas file powerpoint yang berisi uraian global, tidak menyertakan KI dan KD. Di sini masalahnya, KD pada kurikulum 2013 ini banyak yang tidak bernalar. Hubungan antara KI dan KD tampak dipaksakan sudah banyak yang menyampaikan ini baik melalui media publik resmi maupun tak resmi. Ketiga kurikulum tematik-integratif yang diusung oleh kurikulum 2013 sesungguhnya tidaklah tematik, apalagi integratif. yang terjadi adalah campur-campur saja. Peleburan IPA dan IPS ke dalam Bahasa Indonesia dan Matematika dilakukan dengan semangat sekadar tempel. Keempat, kurikulum baru ini mengabaikan keragaman Indonesia yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Semua anak di negeri ini akan belajar materi yang sama. Silabusnya sudah dibuatkan oleh pusat untuk semua daerah. Kebijakan ini akan melemahkan posisi Indonesia di masa datang. Jika kita hendak bersaing dengan dunia global, maka salah satunya adalah dengan seksama melihat apa yang kita punya. Masih banyak alasan yang lain.
Kurikulum 2013 yang mempunyai dampak yang sangat luas dalam sistem pendidikan nasional sudah sewajarnyalah tercantum dalam RENSTRA DIKNAS 2009-2014. Apalagi RENSTRA DIKNAS tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2009-2014. Namun demikian Kurikulum 2013 tidak secuilpun dikemukakan dalam RENSTRA DIKNAS 2009-2014. Apabila Kurikulum 2013 tersebut tetap dipaksakan tentunya rencana tersebut akan mengambil dana dari program-program lainnya yang telah disepakati sebagai program-program prioritas di dalam pembangunan nasional 2009-2014.
Pemerintah berdalih bahwa konsep Kurikulum 2013 telah mulai muncul pada tahun 2010. Namun demikian karena perubahan kurikulum bukan hanya mempunyai pengaruh yang luas pada masyarakat sehingga meminta dana yang cukup besar di dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Oleh sebab itu sewajarnyalah apabila konsep Kurikulum 2013 lebih dimatangkan dan diujicobakan terbatas pada beberapa sekolah/daerah tertentu agar dapat direncanakan pelaksanaannya secara matang dan terarah.
Berbagai media baik cetak maupun elektronik sudah ikut mempublikasikannya. Berbagai saran telah diberikan. Sarannya, pemerintah diharapkan menunda pemberlakuan kurikulum 2013. Sebab kesiapannya masih diragukan. Terbukti, kurikulum ini baru akan diujicobakan ke beberapa sekolah saja, dan belum semua guru dapat dilatih dalam pelatihan kurikulum 2013. Belum lagi guru-guru yg matpelnya dihapus atau diintegrasikan yang tidak jelas harus berbuat apa karena minimnya informasi. Pemerintah seakan membiarkan saja para guru mencarikan solusinya sendiri.
Saya masih teringat ketika matpel bahasa Perancis dihapuskan dalam kurikulum sma. Guru bahasa perancis dibiarkan begitu saja mencari solusi, hingga suatu ketika mereka harus ikut sertifikasi yang minimal jam mengajarnya 24 jam. Merekapun akhirnya ngamen ke beberapa sekolah agar bisa memenuhi persyaratan itu. Ternyata, itu juga terjadi pada mata pelajaran lainnya. Guru bidang studi semakin bingung dibuatnya dan entah kemana harus bertanya. Sebab setiap kali bertanya kepada pejabat berwenang selalu saja jawabnya, “sedang dipikirkan”.
Un yang amburadul, kurikulum sim salabim dan problematika guru yang dihadapinya menjadi daftar panjang berbagai masalah yang harus dibenahi kemdikbud. Bila pak nuh tak bisa menyelesaikan masalah ini di akhir masa jabatannya, lebih baik mundur saja dan serahkan kepada orang lain yang sanggup melakukannya. Lebih baik mundur terhormat daripada terus bertahan tapi tak bisa menyelesaikan persoalan. Hal yang paling terasakan adalah bergulirnya uang rakyat yang kurang tepat sasaran.
Biaya un yang katanya lebih dari 600 milyar akan menjadi sia-sia bila pengelolaannya amburadul. Juga kurikulum 2013 yang akan menelan biaya 2,49 trilyun bila jadi diterapkan. Terus terang saya berdecak kagum sekaligus khawatir dengan uang rakyat yang penggunaannya menjadi ladang proyek pejabat kemdikbud. Kita harus awasi penggunaannya agar tak dikorupsi.
Kita tentu tidak ingin pendidikan di Indonesia menjadi salah arah. Mau dibawa kemana arah pendidikan kita? Belum jelas jawabannya. Kitapun menjadi bertanya Akankah un yang amburadul dan kurikulum sim salabim ini diterapkan kembali tahun depan?
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
6 thoughts on “UN yang Amburadul dan Kurikulum Sim Salabim”