Mendidik Untuk Indonesia yang Lebih Baik
Oleh: Wijaya Kusumah (Omjay)
Hari ini saya merasa senang, sebab tulisan saya dimuat di Koran Media Indonesia bagian rubrik pendidikan halaman 14. Judulnya Saatnya Guru Bersuara Lantang. Sebuah otokritik buat diri saya sendiri, dan membangun kesadaran guru akan pentingnya sebuah persatuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di Indonesia, Guru pada umumnya merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Namun sayangnya, hak evaluasi telah dirampas oleh pemerintah dengan adanya ujian nasional. Kita pun menyaksikan di media bagaimana amburadulnya pelaksanaan UN tahun ini.
Semalam saya bermimpi. Jutaan guru bersatu untuk menolak UN sebagai salah satu syarat kelulusan siswa. Mereka bersatu untuk merebut haknya kembali. Evaluasi peserta didik harus dikembalikan kepada guru dan bukan pemerintah. Kewajiban pemerintah adalah meningkatkan kualitas guru agar menjadi guru profesional. Guru yang menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya dengan baik. Mereka adalah para guru mampu menjadi guru tangguh berhati cahaya. Wajahnya beraroma surga.
Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya. Itulah sebenarnya tujuan dari sebuah pendidikan. Kita pasti sepakat tentang itu untuk menjadikan Indonesia lebih baik.
Pendidikan di dalamnya pasti ada mendidik. Untuk mendidik Indonesia yang lebih baik, kita harus memiliki kesadaran bertujuan, kesadaran berperaturan, dan kesadaran berprestasi. Ketiga kesadaran itu harus masuk dalam relung hati kita yang terdalam.
Saya menjadi teringat kembali ketika menjadi mahasiswa baru di Jurusan Elektro FT UNJ/IKIP Jakarta. Ada sebuah tujuan yang targetkan, saya harus lulus dari kampus ini tepat waktu. Oleh karena itu saya memiliki kesadaran untuk mentaati aturan akademik yang ada. Dengan mentaati aturan yang ada saya berusaha untuk menjadi mahasiswa berprestasi. Alhamdulillah beasiswapun saya terima dan nyaris tanpa keluar biaya untuk menyelesaikan kuliah di kampus tercinta ini.
Sebagai seorang mahasiswa calon guru, saya pahami betul hakikat mendidik dengan hati. Tak ada cara yang paling ampuh selain keteladanan yang kita lakukan. Dengan keteladanan kita berusaha untuk menjadi contoh pancasila yang berjalan. Walaupun harus disadari saya bukan manusia yang sempurna. Sebab tak ada manusia yang sempurna di dunia ini, kecuali para nabi dan Rasul Allah.
Untuk mendidik Indonesia yang lebih baik, haruslah dimulai dari diri kita sendiri. Perbanyak introspeksi diri lalu tularkan apa yang kita kuasai agar dapat bermanfaat buat orang banyak. Apalah artinya hidup bila kita seperti mayat yang berjalan. Ada atau tidak ada sama saja situasinya.
Jadilah manusia yang keberadannya dirindukan oleh manusia yang lain. Bila gak ada ”elo”, rasanyanya gak rame. Keberadaan kita benar-benar dibutuhkan dan dirasakan oleh teman sejawat dan apa yang kita lakukan memberikan kesan tersendiri di hati. Itulah contoh manusia unggul.
Manusia unggul itu terlahir dari sebuah proses yang bernama pendidikan. Dia terlahir dari sebuah proses pembelajaran yang berkualitas dengan pendidik yang berkualitas pula. Anda bisa melihat bagaimana cerita laskar pelangi begitu menginspirasi. Anda juga bisa membaca negeri 5 menara yang begitu memotivasi. Semua itu terjadi dari sebuah proses mendidik dengan hati.
Akhirnya saya harus mengakhiri tulisan saya yang singkat ini dengan sebuah pesan. Guru berkualitas akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula. Oleh karena itu, jadikan diri kita sebagai orang yang berkualitas dengan memanfaatkan waktu dengan baik, dan memiliki kesadaran untuk maju. Kesadaran itu harus bertujuan, beraturan, dan berprestasi. Semoga kita termasuk manusia yang berada di dalamnya
https://wijayalabs.com
3 thoughts on “Mendidik Untuk Indonesia yang Lebih Baik”