Sebenarnya, tulisan ini akan saya kirimkan ke media cetak. Tapi saya tak yakin akan lolos di meja redaksi. Sebab penulis hanya seorang guru biasa. Bukan pakar pendidikan, apalagi pakar kurikulum. Pastilah tulisan ini akan ditolak dan dikembalikan. Begitulah prasangka saya yang terbiasa menulis di blog.
Kurikulum baru akan datang lagi. Guru memang diperintah untuk siap menerima kurikulum apapun. Tak pernah dilibatkan dalam penyusunannya, tapi terlibat penuh dalam implementasinya. Akibatnya, guru hanya sebagai pelengkap penderita dari mereka yang katanya pakar di bidangnya. Guru harus kreatif dengan kurikulum yang diberlakukan.
Banyak insan cendekia menulis tentang kurikulum 2013 yang sebentar lagi akan diberlakukan. Terjadi pro dan kontra di berbagai media. Seolah-olah kurikulum adalah kebutuhan maha penting yang harus segera diperbaharui. Persoalan guru tidak siap, harus disiapkan dengan berbagai cara. Master teacher menjadi salah satu caranya. Urgensi kurikulum 2013 seolah mendesak harus dilaksanakan dengan segera.
Kemendikbud akan mengundang para master teacher itu untuk mensosialisasikan kurikulum 2013 yang akan diberlakukan. Sosialisasi terus disebarkan dan didengungkan oleh pemerintah. Pokoknya kurikulum 2013 harus bisa berjalan di tahun ajaran baru. Guru tak boleh tanya, kenapa harus tahun ajaran baru?
Guru dan perubahan kurikulum sudah biasa kami alami. Apapun kurikulumnya, ujungnya tetap sama saja. Guru diminta harus menjadi mata air dan mentari pagi bagi peserta didiknya. Guru harus mampu menghilangkan haus dan dahaga peserta didiknya akan ilmu. Ikut mencerahkan dan menjadi motivator bagi peserta didiknya.
Abad 21 menjadi tantangan tersendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Guru tak boleh lagi gagap teknologi. Kita membutuhkan guru yang penuh cinta kasih, nasionalis, humanis. Kita pun memerlukan buku yang memuat segala pengetahuan yang dibutuhkan peradaban manusia. Tentu dibutuhkan kurikulum yang aplikatif dan realistis terhadap potensi unggul,bakat,akhlak dan karakter anak didik.
Guru harus mampu menjadi pemandu buat para anak digital natives. Anak-anak jaman sekarang sangat melek internet, dan butuh para pemandu andal. Sayangnya, para guru yang terdiri dari para digital immigrants tak semuanya melek teknologi. Kita masih melihat masih banyak guru yang belum melek internet, dan terhubung dalam jaringan. Penyebaran SDM guru belum merata di negara kepulauan seperti kita.
Negara ini adalah negera kepulauan yang terbesar di dunia. Tentu cara mengelola pendidikannya sangat berbeda dengan Finlandia atau Singapura. Lebih baik kita menjadi diri sendiri saja. Sekolah Rintisan Sekolah Berakarakter Indonesia (RSBI) harus tersebar luas di bumi ibu pertiwi.
Guru dan perubahan kurikulum semestinya harus disyukuri. Guru memang dituntut untuk belajar sepanjang hayat. Dia figur profesional yang kreatif, merdeka, dan memerdekakan peserta didiknya. Kurikulum menjadi sarana untuk memerdekakan peserta didiknya menjadi insan yang kreatif dan mampu berimajinasi dengan nalarnya. Kurikulum menjadi alat pemacu dan pemicu prestasi peserta didik. Pendidikan kreatif menjadi kunci pembuka, dan pendidikan karakter bangsa menjadi gemboknya.
Sudahi pro dan kontra itu. Ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk. Kurikulum baru yang tergesa-gesa itu sudah akan mencapai pintu halaman sekolah kita masing-masing. Suka atau tidak suka, para pakar sudah merumuskannya. Tinggal kita para guru membuka pintu halaman sekolah sambil seraya berkata, “SELAMAT DATANG KURIKULUM BARU!”.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
2 thoughts on “Guru dan Perubahan Kurikulum”