Setelah mengikuti perkuliahan Pengembangan Kurikulum dan Proses Pembelajaran (PKPP) selama satu semester oleh Prof. Dr. Soedijarto, MA hati dan pikiran penulis yang berprofesi guru mulai lebih terbuka tentang kondisi pendidikan yang ada di Indonesia. Hal inilah yang menyulut dan menggugah hati penulis untuk membuat makalah tentang kurikulum terbaik, siapa yang membuatnya? Apakah guru, orang tua siswa, pemerintah atau semua orang yang bergerak dalam bidang pendidikan? Lalu untuk apa kurikulum dibuat? Mengapa kurikulum diperlukan dalam proses pembelajaran di sekolah?
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam negeri dan isu-isu mutakhir dari luar negeri yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang pendidikan. Buat apa membuat kurikulum baru, kalau kemasannya masih juga lama. Atau bikin kurikulum baru, tapi paradigma yang digunakan masih paradigma lama. Sehingga tak berbekas dan bermakna dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Beberapa hal yang melatarbelakangi penyusunan kurikulum baru antara lain:
- Adanya peraturan penundang-undangan yang baru telah membawa implikasi terhadap paradigma pengembangan kurikulum pendidikan dasar dan menengah antara lain pembaharuan dan divensifikasi kurikulum, serta pembagian kewenangan pengembangan kurikulum.
- Perkembangan dan perubahan global dalam berbagai aspek kehidupan yang datang begitu cepat telah menjadi tantangan nasional dan menuntut perhatian segera dan serius.
- Kondisi masa sekarang dan kecenderungan di masa yang akan datang perlu dipersiapkan generasi muda termasuk peserta didik yang memiliki kompetensi yang multidimensional.
- Pengembangan kurikulum harus dapat mengantisipasi persoalan-persoalan bangsa yang mempunyai kemungkinan besar sudah dan/atau akan terjadi.
Kurikulum yang dibutuhkan di masa depan adalah kurikulum yang mampu memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kesulitan dalam kehidupan. Oleh karena itu kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis, persatuan dan kesatuan, kepastian hukum, kehidupan beragama dan ketahanan budaya, pembangunan daerah, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, serta pengelolaan lingkungan.
Karena itulah makalah ini dibuat bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas kuliah, tetapi lebih menekankan pada asas manfaat tentang bagaimana sebuah model kurikulum itu mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah kita. Kehadirannya benar-benar sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan bukan sekedar kebijakan sesaat seorang menteri pendidikan nasional yang kata orang ganti menteri pasti ganti kurikulumnya.
Pada makalah ini akan dibahas pula bagaimana sebuah kurikulum itu mampu dikembangkan dan dikritisi oleh guru sendiri sebagai ujung tombak atau garda terdepan pendidikan bangsa ini. Sehingga apa yang terjadi dalam proses pendidikan kita terlihat jelas dari kacamata seorang guru yang mendidik anak bangsa ini dengan penuh ketulusan. Mereka selalu bertanya pada dirinya what is wrong in Indonesian Classroom? Sehingga mereka selalu berjiwa inovatif dan bertindak kreatif dalam menyusun kurikulumnya sendiri yang pada akhirnya akan mengantarkan mereka untuk melaksanakan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Dalam rangka mengaplikasikan apa yang telah dicanangkan oleh UNESCO melalui learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together para guru dan pengelola pendidikan dituntut mampu berkontribusi dalam menyusun kurikulum bangsa ini kearah yang lebih baik. Sesuai dengan harapan bahwa yang dibutuhkan di masa depan adalah kurikulum yang mampu memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan kesulitan dalam kehidupan. Oleh karena itu kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Penyempurnaan kurikulum dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak asasi manusia, kehidupan demokratis, persatuan dan kesatuan, kepastian hukum, kehidupan beragama dan ketahanan budaya, pembangunan daerah, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi, serta pengelolaan lingkungan.
Semoga sistem pendidikan nasional kita mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga mampu melakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan yang salah satunya melalui pembuatan kurikulum yang terbaik dan dibuat oleh bangsa itu sendiri.
Kurikulum Terbaik Harus Dibuat Oleh Guru
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 Sisdiknas tahun 2003).
Karena hal itu sudah sewajarnya bila kita sebagai pendidik tidak hanya mampu mencerdaskan otak siswa, tapi juga watak siswa sehingga menjadi sinergi yang mengacu kepada lima kecerdasan, yaitu intelektual, sosial, moral, emosional, dan motorik. Melalui pembelajaran yang tersusun dalam kurikulum akan membuat pembelajaran menjadi learning by thinking, learning by doing, learning by exercising, learning by experiencing, learning by playing, and learning by enjoying. Dengan 5 kecerdasan dan 6 learning itu diharapkan kita sebagai pendidik atau pengelola pendidikan mampu mengaplikasikan tujuan pendidikan yang sudah tertuang dalam UU Sisdiknas No.20 Pasal 3 tahun 2003.
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu kecerdasan sosial perlu juga ditanamkan agar peserta didik tidak egois, dan tidak memperdulikan orang lain. Mereka harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional juga perlu ditumbuhkan agar peserta didik tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar peserta didik mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.
Untuk mewujudkan hal di atas diperlukan perencanaan kurukulum yang terarah, terencana dan mampu bersaing dalam dunia global. Ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian kita sebagai pendidik dalam menyusun kurikulum, yaitu:
1. Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2. Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
- Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
- Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik
Sebagai seorang guru yang telah mengajar hampir 15 tahun di SMP Labschool Jakarta, penulis merasa terpanggil untuk menyusun kurikulum yang terbaik dan dapat menghantarkan anak didik kita menuju manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yanga Maha Esa. Karena itu kurikulum yang disusun harus ada proses transfer of learning. Jangan semua hafalan. Hidden curriculum juga diperlukan kekuatannya di dalam sistem evaluasi. Benyamin Bloom menemukan tingkah laku anak dalam belajar. Semua dinilai dari hidden curriculum. Jangan sampai ada peserta didik yang menipu, menyontek, dll, maka diharapkan akan lahir manusia yang tidak berani korupsi. Karena itu kurikulum yang dibuat harus mempunyai relevansi dengan epistemology, sosial, dan moral (khusus utk moral jangan digunakan hukuman yang menyakitkan, Emanuel khan).
Agar kurikulum yang dibuat berjalan baik ditingkat implementasi, maka harus pula ditingkatkan kualitas guru dalam proses belajar dan mengajar sehingga terjadi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Berbagai saha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk. Misalnya dengan dikembangkannya tiga bentuk sekolah, yaitu sekolah formal mandiri, dengan istilah sekolah bertaraf internasional (SBI), sekolah formal standar dengan istilah sekolah standar nasional (SSN), dan sekolah formal reguler.
Pembelajaran telah dilakukan dengan berbagai metode diantaranya dengan sistem contextual teaching learning (CTL) yang telah dikembangkan oleh para guru di sekolah, dan juga program sertifikasi guru dalam jabatan serta pelatihan guru melalui model-model pembelajaran telah juga dilakukan oleh pemerintah. Bahkan penulis sendiri telah lulus sertifikasi guru, walaupun harus mengikuti pendidikan dan pelatihan guru (PLPG) selama seminggu di Universitas Negeri Jakarta. Penulis sendiri merasa bersyukur dapat mengikuti pelatihan itu, karena ternyata banyak sekali yang belum dikuasai dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana membuat rencana program pembelajaran (RPP) yang harus dibuat sendiri oleh guru.
Setelah bertahun-tahun menjadi guru dan mengalami pergantian kurikulum dari mulai kurikulum 1994, kurikulum tahun 2000 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahun 2004 serta KTSP di tahun 2006, penulis banyak mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan kurikulum itu. Perbedaan yang paling signifikan dari berbagai kurikulum itu adalah diberinya kesempatan guru dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dalam menyusun kurikulumnya sendiri melalui standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Melalui KTSP 2006 guru diberikan kesempatan untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya.
Atas dasar itu, maka profesionalisasi guru memegang peranan yang sangat penting. Kemampuan dasar atau kompetensi guru mutlak diperlukan, sebagaimana profesi lainnya. Karena itu guru harus memiliki kemampuan utama yaitu :
- Menguasai bidang keilmuan yang diajarkannya
- Terampil melaksanakan proses pengajaran sehingga mampu mendidik dan mengajar siswa dengan baik
- Memiliki sikap positif terhadap profesi guru serta senantiasa mau meningkatkan kemampuan yang berkenaan dengan tugas profesinya.
Disinilah pentingnya kompetensi profesional guru dalam mewujudkan dan melaksanakan kurikulum, sehingga niat dan harapan dalam kurikulum dapat dikuasai dan dimiliki oleh anak didik. Kompetensi profesional guru pada hakikatnya mengembangkan kemampuan yang dituntut dari tugas dan tanggung jawabnya.[1]
Oleh sebab itu guru harus mampu memahami karakteristik kerja guru. Pemahaman akan haikat kerja guru sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan guru. Beberapa karakteristik kerja guru itu antara lain:
- Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat individualistis nonkolaboratif
- Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu
- Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
- Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik
- Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.
Disamping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan sangat penting artinya untuk dipahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab guru harus menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan kepada siswa-siswanya. Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana diharpakan. Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru.
Selain itu salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita saat ini adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya? Ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, akan tetapi mereka miskin aplikasi.[2]
Karena itu hendaknya kurikulum yang dibuat dapat membuat dan merangsang peserta didik menjadi paham dengan ilmu yang dipelajarinya sehingga mereka dapat mengamalkannya di masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Bukan sekedar menghafal, lalu kemudian hilang ditiup angin tak berbekas. Anak hanya diarahkan untuk menguasai ilmu tanpa diberikan contoh untuk apa pemanfaatan ilmu itu dalam kehidupan. Semua itu hanya dapat dilakukan oleh seorang guru yang professional. Guru yang juga memiliki 5 kecerdasan dan 6 learning seperti apa yang sudah diuraikan di atas.
Kurikulum merupakan suatu rencana untuk keberhasilan pembelajaran yang di dalamnya mencakup rencana yang berhubungan dengan tujuan, dengan apa yang harus dipelajari, dan dengan hasil dari proses pembelajaran. Kurikulum juga merupakan suatu hubungan antara perencanaan dengan pengalaman seorang siswa di sekolah.
Pengertian di atas menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis pendidikan. Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan tertentu.
Dengan transfer dan transmisi maka kurikulum menjadi suatu fokus pendidikan yang ingin mengembangkan pada diri peserta didik apa yang sudah terjadi dan berkembang di masyarakat. Kurikulum tidak menempatkan peserta didik sebagai subjek yang mempersiapkan dirinya bagi kehidupan masa dating tetapi harus mengikuti berbagai hal yang dianggap berguna berdasarkan apa yang dialami oleh orang tua mereka.
Dalam konteks ini maka disiplin ilmu memiliki posisi sentral yang menonjol dalam kurikulum. Kurikulum, dan pendidikan, haruslah mentransfer berbagai disiplin ilmu sehingga peserta didik menjadi warga masyarakat yang dihormati.
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
- peningkatan iman dan takwa;
- peningkatan akhlak mulia;
- peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
- keragaman potensi daerah dan lingkungan;
- tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
- tuntutan dunia kerja;
- perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
- agama;
- dinamika perkembangan global; dan
- persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
Kesimpulan:
Dalam artikel ini penulis ingin menyampaikan suatu pesan bahwa apapun kurikulumnya, guru yang mengajar di sekolah adalah guru yang harus professional. Sebab guru yang professional akan mampu mengembangkan kurikulum pembelajarannya sendiri. KTSP bisa diartikan sebagai Kurikulum Tergantung Siapa Pengajarnya. Sehingga keberadaan guru benar-benar penting dalam proses pembelajarannya. Karena itu guru dituntut untuk dapat kreatif, dan senantiasa inovatif dalam memperbaiki kualitas pemebalajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dengan PTK guru dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya. Sebab semua tercata dengan baik dan membuat guru untuk membuat buku pembelajarannya sendiri.
Dalam paradigma lama, guru hanya sebagai obyek dari pembuat kurikulum. Semua sudah dituliskan dan guru hanya mengikuti saja apa-apa yang sudah ditulis oleh pembuat kurikulum alias copy and paste sehingga membuat guru menjadi tidak kreatif. Dengan adanya kurikulum baru ini diharapkan guru mampu menyusun kurikulumnya sendiri. Sehingga terjawab sudah tema dalam makalah ini, The Best Curriculum, siapa yang membuatnya? Semoga para guru sanggup menangkap peluang emas ini.
DAFTAR ACUAN
- Nurokhman, Meningkatkan Kualitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Republika, Rabu, 25Juni 2008
- Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Prenada Kencana, 2008
- Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[1] Nurokhman, Guru SMP Islam Al Azhar 10 Jakarta, Meningkatkan Kualitas guru dalam Proses Belajar Mengajar, dalam guru menulis di Koran Republika, Rabu 25 Juni 2008. p.7
[2] Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. Strategi Pembelajaan Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana 2008. p. 1.