Saya termenung sejenak. Berpikir dan menginstropeksi diri sendiri. Bertanya pada diri apakah sudah menjadi guru berhati cahaya. Guru yang menyinari peserta didiknya dari kegelapan ilmu pengetahuan. Guru yang disukai oleh para peserta didiknya. Kehadirannya sangat dirindukan, dan menentramkan hati para peserta didiknya. Merekapun akan senang bila berfoto mesra dengan guru berhati cahaya.
Saya pun tersulut malu, karena di tahun ke-16 saya menjadi guru, saya belum mampu menjadi guru berhati cahaya. Guru yang senantiasa menyinari peserta didiknya dengan penuh kasih sayang, dan membimbing mereka untuk menggapai cita-cita. Cita-cita yang tentu telah diimpikannya agar dapat terwujud menjadi nyata. Cita-cita yang akan membawanya ke pintu gerbang kesuksesan. Baik kesuksesan di dunia maupun kesuksesan di akhirat kelak.
Guru berhati cahaya nampak indah di pandang mata, dan begitu mudah untuk diucapkan dengan kata-kata. Namun betapa sulitnya untuk bisa menjadi guru berhati cahaya. Sebab sebelum mampu menerangi orang lain, dia harus mampu menerangi dirinya sendiri dulu. Menjadikan dirinya sebagai seorang figur yang layak dicontoh oleh semua. Mampu memberikan keteladanan kepada sesamanya. Baik dikalangan peserta didiknya maupun teman sejawat serta orang tua peserta didik.
Guru berhati cahaya bagaikan mata air di pegunungan yang terus menerus mengeluarkan airnya. Dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Mengalir deras memberikan kehidupan kepada manusia dan berbagai makhluk di dunia. Semakin diambil, semakin jernih airnya.
Guru berhati cahaya juga seperti matahari yang menyinari dunia. Dia menerangi jagat alam ini setiap hari. Terbit di timur dan terbenam di barat. Sinarnya yang terang mampu menghidupi bumi dari kegelapan.
Guru berhati cahaya akan mampu menghilangkan rasa haus dan dahaga para peserta didiknya. Dia menerangi peserta didiknya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan kepada keimanan dan ketakwaan.
Guru berhati cahaya adalah dambaan dari semua orang yang menjadi guru. Dia akan menjadi cita-cita bagi para guru tangguh untuk mewujudkannya. Tak gentar walau banyak tantangan dan rintangan yang menghadang.
Guru tangguh berhati cahaya harus ada dalam sekolah-sekolah kita. Mereka muncul dari kesadaran diri untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada di negeri ini. Falsafah hidup mereka adalah hiduplah dengan memberi sebanyak-banyaknya. Bukan menerima sebanyak-banyaknya. Tangan di atas akan lebih mulia dari tangan di bawah. Pantang menyerah dan tidak bermental pengeluh.
Guru berhati cahaya adalah seorang pendidik yang memiliki semangat dan motivasi luar biasa saat mendidik, mampu berkomunikasi, dan menguasai cara mengajar yang menyenangkan serta dapat mengenali dan mengembangkan karakter siswa. Dari kemampuannya itu, menjadikannya sebagai seorang pendidik yang disenangi, disukai, dan dicintai oleh seluruh peserta didiknya.
Guru berhati Cahaya akan mampu memahami dan membangun karakter siswa dengan baik. Membangkitkan semangat dan motivasi yang mencerahkan untuk berprestasi para peserta didiknya.Semua itu dilakukannya dengan penuh kesadaran untuk membuat para peserta didiknya menjadi manusia yang berbeda dari sebelumnya. Itulah sebabnya landasan iman, ilmu, dan amal harus menjadi three in one dalam membangun karakter siswa melalui pendidikan berkarakter. Pendidikan yang tidak hanya melahirkan peserta didika yang cerdas otak saja, tetapi juga cerdas watak.
Guru berhati cahaya adalah guru yang berkualitas. Guru yang mampu melahirkan para peserta didik yang berkualitas pula. Dia mampu menjadi pelayan yang baik bagi para pesertab didiknya. Mampu mengajak siswa untuk saling bekerjasama, dan menjadikan para peserta didiknya untuk menjadi pemimpin di masa depan.
Guru bercahaya adalah dambaan kita semua. Semoga saya bisa menjadi guru yang berhati cahaya. Mohon doa dari pembaca.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
One thought on “Guru Berhati Cahaya”