Baru saja diumumkan hasil Ujian Nasional (UN) SMA.
Hasilnya sungguh mengejutkan kita semua. Bukan karena apa-apa, tetapi jumlah mereka yang lulus UN menurun jumlahnya dari tahun sebelumnya.
Di tahun 2009 jumlah siswa yang lulus UN 95,05 % dan ditahun ini menurun menjadi 81,61 %. (Kompas, 24 April 2010).
Ada apakah ini? Tentu kita bertanya seperti itu.
Lebih terkejut lagi mendengar pernyataan menteri pendidikan Nasional Moh Nuh bahwa menurunnya angka kelulusan siswa karena tingkat kejujuran UN meningkat. Benarkah???
Sebagai seorang pendidik saya merasakan bahwa pemerintah tidak jujur dalam membuat pernyataan. Bukan karena telah tertangkapnya beberapa oknum yang melakukan kecurangan, atau para siswa sudah berlaku jujur, tetapi memang ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan UN yang merupakan hajat besar setiap sekolah di akhir tahun ajaran.
St Kartono, guru SMA Kolose De Britto Yogyakarta menuliskan opini di koran Kompas hari ini Selasa 27 April 2010. Setelah UN, Pemerintah Harus Jujur. Sebuah tulisan yang menarik dan serasa menyentil pemerintah dengan sebutan tengkulak yang hanya mau meraup hasil, tetapi tak mau tahu urusan proses.
Apa yang disampaikan teman kolega saya itu benar adanya, dan saya mendukung semua apa yang beliau tuliskan.
Semestinya pemerintah melakukan refleksi diri. Atau lebih tepatnya koreksi diri.
Bukan bermaksud menyalahkan pemerintah, tetapi saya hanya memberikan sumbang saran agar pemerataan pelayanan pendidikan menjadi target utama pemerintah yang menginginkan terjadinya standar penilaian (evaluasi) pendidikan. Pemerintah tidak boleh berat sebelah dan harus berlaku adil.
Apa yang kita saksikan dalam UN yang dilaksanakan oleh pemerintah, seperti melihat pertandingan tinju antara kelas bulu melawan kelas berat. Jelas sekali tak berimbang dan kitapun cepat tahu siapa duluan yang terpukul KO. Kalaupun akhirnya petinju kelas bulu menang, terpaksa melakukan strategi luar biasa yang tak disukai lawan. Membuat kita melongo, kok bisa ya???
Dalam pelaksanaan UN pun terlihat sekali ketidak adilan itu.
Dimana siswa yang mendapatkan gizi gemuk dengan bimbingan guru yang profesional harus beradu kepintaran dengan mereka yang bergizi buruk dengan guru yang mungkin (maaf) menjawab soal UN saja belum tentu bisa dan benar. Wajar saja bila di satu sekolah, semua siswa tidak lulus.
Seharusnya pemerintah mulai merenung, mengevalusi kembali apa yang telah dilakukan, sehingga dana APBN yang besar tak terbuang dengan percuma. Pemerintah harus segera memperbaiki mutu pendidikan di daerah yang tingkat kelulusannya rendah sehingga cepat terjadi pemerataan layanan pendidikan.
Pemerintah harus berkewajiban memenuhi 8 standar nasional pendidikan mulai dari standar isi, proses, pendidik, sarana prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan sebelum akhirnya memfokuskan diri pada penilaian.
Ini bukan sebuah pekerjaan mudah dan saya memahami benar kesulitan itu.
Oleh karena itu, jadilah pemerintah yang mau mendengar, dan tidak melulu memaksakan. Lakukan evaluasi terus menerus dengan mengundang juga beberapa tokoh pendidikan baik yang pro maupun kontra. Toh kita semua bertujuan sama, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini.
Sebagai guru yang mengawasi langsung anak-anak UN, pesan saya cuma satu. Laksanakan UN yang lebih baik. Merata dan berkeadilan sehingga layanan pendidikan itu merata untuk semua. Education for All, harus benar-benar terjadi di negeri ini dan bukan slogan semata.
Jangan paksakan standardisasi bila pemerintah belum memenuhi janjinya untuk memperbaiki berbagai standardisasi pendidikan di tingkat nasional. Pemerintah harus memenuhi dulu standard itu dan berupaya keras agar pelaksanaan UN menjadi lebih baik lagi di tahun-tahun yang akan datang.
Pemerintah harus jujur mengatakan kepada rakyat bahwa kelulusan UN menurun bukan karena tingkat kejujuran meningkat, tetapi pemerintah belum berlaku adil dalam membenahi 8 standard nasional pendidikan. Jangan marah ya!!!……….
Salam Blogger Persahabatan
Omjay
Membaca berita di berbagai media tentang jumlah ketidak lulusan siswa SMA/SMK/MA membuat saya merasakan kepedihan yang mendalam. Terutama bagi mereka yang belum lulus.
Tentu ada kesedihan dan kekecewaan muncul. Sebab tak semua anak yang tidak lulus itu bodoh atau tidak cerdas. Bahkan ada yang telah diterima di perguruan tinggi favorit papan atas.
Dari detik.com saya baca berita:
Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sempat menjadi perdebatan berbagai pihak. Bagi Mendiknas M Nuh, UN itu ibarat laboratorium untuk menguji kemampuan siswa dalam belajar.
“Ada orang yang sangat enggan pergi ke laboratorium untuk cek kesehatan. Karena mereka khawatir ketahuan penyakitnya. UN itu sebetulnya laboratoriumnya,” kata M Nuh di kantornya, Jl Sudirman, Jakarta, Selasa (27/4/2010).
Semoga saja pendapat pak mendiknas, Moh. Nuh itu benar. Semoga pula bisa meredam kekecewaan para siswa yang tidak lulus. Tetaplah tegar anakku sayang, Lulus UN bukanlah segalanya.
Dengan tidak lulus UN, sebenarnya ada pembelajaran yang berharga untuk dirimu. UN adalah pintu gerbang utama untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga semua siswa harus fokus belajar agar bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Mungkin kamu belum mengeluarkan semua potensi yang kamu miliki. Atau mungkin kamu grogi pada saat UN dan membuatmu tak percaya diri.
Bila ikhtiar sudah dilakukan dan ternyata hasilnya tidak lulus, maka masih ada kesempatan untuk mengulang. Gunakan kesempatan itu dengan baik dan yakinkan diri bahwa kamu akan lulus.
Kamu pasti bisa harus bersemayam dalam dirimu. Saya pasti bisa harus menjadi penyemangat dalam dirimu. Itulah modal dari keterpurukan untuk kembali berdiri dengan gagah. Lulus UN bukanlah segalanya. Masih ada lagi perjuangan panjang yang masih harus ditempuh.
Tetaplah tegar anakku sayang, masih ada kesempatan untuk mengulang. Katakan pada dunia bahwa kamu mampu mengerjakan soal-soal itu dengan baik dan gunakan waktumu untuk berlatih soal-soal UN, seperti halnya seorang petinju yang akan bertanding.
Lawanmu sebenarnya dirimu sendiri. Hajar kemalasan diri dan cari tahu apa yang kamu tidak mengerti, lalu tanyakan pada guru sebagai ahlinya. Percayalah, semua guru di sekolahmu akan mendukungmu untuk maju mengulang UN kembali dengan semangat yang menggebu. Mereka tentu tak tinggal diam.
Tetaplah tegar anakku sayang, lulus UN bukanlah segalanya. Masih panjang perjalanan hidupmu dan masih banyak tantangan dan rintangan yang akan menghadang. Kalau sudah begitu buat apa sekolah kalau cuma lulus UN. Sebab tujuanmu bersekolah untuk meningkatkan ketakwaanmu kepada Tuhan yang Maha Esa, meningkatkan keterampilan, meningkatkan kepandaian, dan meningkatkan budi pekerti yang luhur. Kalau itu sudah terekam dalam dirimu, maka kau akan yakin UN bukanlah segalanya.
Salam Blogger Persahabatan
Omjay