Seharian ini, saya pergi mengurus buku tabungan ke dua bank. Satu buku tabungan di Bukopin capem Rawamangun yang berhubungan dengan pengurusan uang kuliah saya di PPs Universitas Negeri Jakarta, dan satunya lagi di Bank DKI yang mengurusi keuangan saya untuk urusan sertifikasi guru dan kesejahteraan guru di DKI Jakarta.
Dari mulai berangkat sampai pulang kembali, ada sedikit keanehan di pinggiran jalan pemuda yang biasanya ramai oleh banyaknya pedagang asongan atau pedagang kaki lima. Hari ini saya tak melihat mereka seperti biasanya. Melayani pembeli yang sedang menikmati makan siangnya. Ataua meyani anak sekolahan yang baru saja keluar dari sekolah dan mau pualng.
Usut punya usut, Rupa-rupanya, ada petugas keamanan dan ketertiban dari kodya Jakarta Timur sedang menertibkan mereka. Mereka dilarang untuk berjualan di pinggir jalan, alasannya mengganggu kendaraan yang lewat dan membuat jalanan menjadi macet. Begitu menurut informasi yang saya terima dari Petugas Pamong Praja yang sedang bertugas di pinggir jalan itu.
Tetapi, informadsi yang saya terima berbeda sekali dengan informasi dari cek Mumun. Menurut penuturan cek Mumun, tukang gado-gado yang biasa mangkal di jalan pemuda mengatakan bahwa dagangannya tak menimbulkan kemacetan lalu lintas. Bahkan dia dan suaminya Mang Ujang berdagang dengan menggunakan roda yang bisa dipindah-pindah. Jaraknya pun jauh dari jalan.
Dengan adanya penertiban pedangan asongan dan kaki lima, otomatis nasib gado-gado cek Mumun ikut terkena imbasnya. Biasanya, sore hari itu dagangannya sudah habis, tetapi kini dagangannya masih banyak di gerobak dan membuat saya akhirnya tergoda untuk membeli gado-gado cek Mumun yang asli Cirebon ini, tapi sudah lama tinggal di Jakarta.
Sambil mengulek bumbu gado-gado, saya mewawancarai cek Mumun, dan banyak hal menarik keluar dari mulut Cek Mumun yang terlihat lugu ini. Maklumlah, sekolahnya cuma sampai SD kelas 4 di kampung.
Berikut hasil wawancara saya dengan beliau.
Saya: “Kok saat ini sepi sih cek, kenapa ya?”
Cek Mumun: “Iya pak tadi ada petugas tramtib dateng, supaya pedagang disuruh nyingkir, katanya akan ada penertiban pedagang terus menerus, dan saya disuruh libur dulu tiga hari.”
Saya: “Loh kok malah disuruh libur cek?
Cek Mumuh, ” Iya saya juga bingung, kalau libur saya dan keluarga mau makan darimana kalau nggak dagang? Dagang sehari aja belum tentu nutup, eh ini suruh nutup tiga hari.”
Saya: “Terus rencana cek mumun gimana?”
Cek Mumun: “Yah terpaksa deh pak, kucing-kucingsn sama petugas, daripada nggak makan. Anak-anak harus sekolah, kita perlu cari duit pak. Semoga aja nggak ketangkep.”
Saya: “Terus kalau ketangkep gimana cek?”
Cek Mumun: “Ya pasrah aja, biasanya sih ada mata-mata yg kasih tahu supaya kita mingser dulu, lalu kita kasih tip tuh orang yang kasih info. Pokoknya, kita pedagang pada patungan untuk uang rokok petugas, jadi kita sama-sama enak.”
Saya: “Oh begitu ya cek”
Tak berapa lama kemudian gado-gado pesanan saya pun selesai dan dimasukkan dalam bungkus kantong kresek hitam. Saya pun membayar gado-gado itu. Harganya murah cuma Rp. 6.000,- dan saya pun langsung kembali ke sekolah dan menikmati gado-gado cek Mumun yang nikmat itu.
Apakah anda suka dengan gado-gado?
Salam Blogger Persahabatan
One thought on “Nasib Gado-gado Cek Mumun”