Pertanyaan itulah yang hinggap di pelupuk mata ketika seringkali saya takut dalam memulai bisnis. Sebab dalam alam pikiran bawah sadar saya, lebih enak jadi pegawai daripada jadi pengusaha. Makanya jadilah saya seorang pegawai, ya hanya pegawai. Pegawai sebuah yayasan swasta. Pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan. Tetapi, kalau saya lihat kakak ipar saya yang jadi pengusaha itu, hidupnya memang pas-pasan. Pas mau beli mobil ada duitnya, pas mau beli rumah ada duitnya, artinya masalah duit “no problem”. Itu yang saya lihat dari kesuksesan kakak saya dengan usaha gentengnya. Kalau soal pendidikan jangan tanya, beliau hanya tamatan SMA saja, sedangkan pegawainya banyak yang insinyur Loh!.
Terkadang kita ini mau enaknya sendiri. mau kayak tapi tak mau bersusah payah. Kita selalu menjadi pemimpi. Kalau bisa kawin saja sama anak orang kaya atau minta sama Tuhan agar terlahir dari ortu yang kaya, padahal tidak demikianlah kenyataannya.
Hidup ini adalah perjuangan, hidup ini adalah perbuatan, dan hidup ini adalah pengembaraan manusia untuk mencapai kesuksesan. Kesuksesan dunia dan akhirat kelak. Jangan hanya dunia yang dikejar, tapi urusan akhirat terlupakan sampai modar.
Waktu saya mau memulia bisnis, saya coba browsing di internet, bagaimana cara memulai bisnis. Banyak sekali yang saya dapatkan, tetapi semua itu hanya teori dan motivasi yang tiada berguna bila saya tak langsung mempraktekkan. Tak ada gunanya melihat dan membaca buku orang-orang sukses kalau kita hanya diam dan tak melakukan apa-apa untuk memulai berbisnis.
Memulai dan lakukan itu kuncinya!
Pikiran takut untuk berbisnis saya buang jauh-jauh. Saya beranikan diri untuk membuka usaha. Usaha kecil-kecilan dengan berjualan kacang goreng. Saya titip ke warung-warung, dan saya ambil kembali sekitar dua minggu sekali. Tapi, saya kurang sabar. Akh lama, bisnis kacang tak membuat saya kaya, begitulah pikiran saya untuk nyeleweng dari bisnis ini. Lalu apa yang terjadi? Terhempaslah saya dalam kegagalan pertama kalah dengan diri saya sendiri. Gagal menjadi juragan kacang goreng.
Saya coba cari lagi peluang bisnis, membuka usaha rental komputer di depan kampus. Kata teman saya bisnis ini sangat menguntungkan, dan saya coba lagi. Mempekerjakan satu orang karyawan dan mencatat pemasukan dan pengeluaran secara cermat. Bisnis ini pun hanya berlangsung sebentar.
Tapi apa mau dikata, persaingan begitu tajam, dan saya tak mampu mengatasinya, kertas dan tinta printer meninggi harganya, bisnis rental pun merugi. Listrik dan sewa kontrakan yang semakin mencekik sedangkan customer yang datang menyewa komputer sedikit membuat bisnis ini tenggelam dengan sendirinya. Saya pun gagal kembali.
Istri ngomel dan selalu menyalahkan. Kalau sudah begitu pikiranpun menjadi suntuk. Tiba-tiba saya menjadi orang yang malas, hanya tidur dan tidur menyesali bisnis yang saya tekuni. Puluhan juta melayang tanpa bekas. Saya pun larut dalam ketakutan untuk memulai bisnis kembali.
Berkali kita gagal lekas bangkit dan cari akal, berkali kita jatuh lekas berdiri dan jangan mengeluh.
Saya pun mulai bangkit kembali dari keterpurukan. Selain menjadi guru, setelah pulang sekolah saya bergabung dalam sebuah MLM. Kata teman saya, MLM lebih menjanjikan karena banyak orang yang sukses di bisnis ini. Saya pun terhanyut dalam buaian indah MLM. Posisi naik terus, penghasilanpun bertambah, tetapi sayang kemampuan membina jaringan tak bisa saya tangani dengan baik. Akhirnya, jaringan MLM saya pun mati suri, dan saya pun terlempar dari bisnis MLM ini. (Kasihan deh Loh!)
Saya tak pernah menyalahkan siapa-siapa ketika saya gagal. Saya lebih banyak menyalahkan diri saya sendiri. Mungkin dulu waktu sekolah, saya kurang diajari bagaimana melakukan wira usaha, karena memang di sekolah tak ada pendidikan wira usaha. Guru-guru di sekolah tak pernah mendidik saya menjad wira usaha yang tangguh. Dalam pikiran saya pada sat itu mencari sekolah yang mudah dapat kerja. Lalu saya pilihlah STM jurusan listrik. Selama tiga tahun saya diajari bagaimana menjadi ahli dalam instalasi listrik. Setelah tamat dari STM, yang ada dalam alam pikiran saya adalah bekerja untuk mencari penghasilan dan bertahan hidup di ibu kota jakarta. Kata orang, ibu kota Jakarta, lebih kejam dari ibu tiri, benarkah? (emang benar sich!)
Saya teringat kembali masa-masa sulit dulu. Tubuh saya masih atletis dan kerempeng. Menjadi karyawan pabrik sepeda motor ternama. Saya pun berpindah-pindah posisi ke bagian painting, kable, searching, dan typing. Pekerjaan itu hanya satu tahun saya tekuni, dan saya pikir saya harus kuliah supaya tak bermental pegawai.
Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah dan otak yang sedikit encer yang dimiliki, saya pun mendapatkan bea siswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari Depdiknas, dan kuliahpun selesai dalam waktu 4 tahun. Selama masa kuliah itu, saya menjadi asisten dosen dan saya tergembleng dengan berbagai organisasi, sehingga saya sedikit paham tentang berorganisasi, terutama organisasi HMI dan LDKMM. Dari kegiatan itulah saya tahu bagaimana mengelola sebuah organisasi.
Dari situlah saya memulai usaha bisnis dengan teman-teman dimana kami membuka kursus komputer di dalam kampus. Waktu itu belum banyak kursus-komputer di Jakarta. Alhamdulillah tempat kami ramai dikunjungi oleh mereka yang mendaftarkan diri menjadi peserta kursus komputer. Waktu itu, kami benar-benar merasakan nikmatnya berbisnis. Namun seperti biasa. Ada gula ada semut. Ada manis ada pahit. Ketika bisnis kami mulai membaik dan maju, ada seorang dosen yang kurang suka dengan bisnis yang kami tekuni, jadilah usaha kami kacau balau dan terlemparlah kami dari kampus.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, saya tak pernah merasa gagal, hanya mungkin kesuksesan belum menghampiri hidup saya. Saya yakin Allah tidak salah dalam memberikan rezeki kepada para hambaNya. Sepanjang kita terus berikhtiar dan tak mudah putus asa, maka akan terbuka pintu kemudahan dari kesulitan-kesulitan itu.
Mengapa saya takut berbisnis dalam tulisan saya ini, agaknya harus saya buang dalam alam bawah sadar saya yang sudah mendekam lama. Saya harus terus memulai bisnis lainnya mengikuti alur kehidupan yang terus berjalan. Seperti air yang terus mengalir, dan saya yakin, suatu saat akan ada bisnis yang tepat buat saya. Mungkin belum sekarang.
Kolonel Sanders, penemu ayam goreng KFC, memulai bisnisnya ketika usia senja dan ternyata berhasil. Dari kisah itu ada sebuah pembelajaran, bahwa bisnis tak mengenal usia. Kita pun harus merubah pola pikir kita untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Sudah bukan saatnya kita mencari pekerjaan untuk saat ini. Kita harus menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. Setidaknya hari ini saya telah membagi pengalaman saya yang selalu gagal dalam berbisnis. Namun saya tak pernah berhenti untuk memulai kembali, mencari bisnis yang tepat untuk diri sendiri.
Saya yakin banyak orang yang seperti saya, dan karenanya saya sharingkan untuk anda, barangkali anda bisa mendapatkan pembelajaran yang berharga bahwa bisnis harus diajarkan dari mulai bangku sekolah. Ajari anak-anak kita berbisnis agar mereka kelak tak bermental pegawai. Mereka harus dididik untuk bermental pengusaha yang tidak pernah mengeluh ketika usahanya gatot, gagal total.
Apakah anda pernah mengalaminya?
Salam bloger persahabatan
3 thoughts on “Mengapa Saya takut Berbisnis?”