Bangun pagi saya terkaget-kaget. Seluruh ruangan di dalam rumah sudah digenangi air. Banjir kali ini memang luar biasa. Hujan deras semalam telah mengguyur kota Jakarta dan sekitarnya. Termasuk rumah saya di Bekasi.
Istri mulai marah-marah. Tiap tahun selalu saja terjadi seperti ini. Kenapa sich kita tak pindah rumah saja? Sebuah pertanyaan yang sulit saya jawab. Mau pindah kemana lagi? Harga rumah di Jakarta sudah selangit. Tak cukup gaji saya sebagai guru untuk membelinya. Sekarang, tak perlu marah-marah lagi, karena banjir tidak bisa diselesaikan dengan marah-marah. Begitulah perkataan saya dengan istri tercinta sebelum berangkat ke sekolah.
Tak disangka perkataan saya ternyata sama dengan perkataan Pak Sutiyoso. Bagi Eks Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, banjir tidak dapat selesai dengan marah-marah.”Kalau marah-marah tidak selesai,” kata Sutiyoso di Kediri, Jawa Timur, Kamis (15/1/2009) yang saya baca dari internet pagi ini.
Menurutnya, persoalan banjir di Jakarta bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta semata. “Daerah punya konsep menanggulangi banjir, dengan membangun banjir kanal timur dan lainnya. Tapi itu di hilir. Kalau di hulu tidak diatur ya tenggelam. Jakarta itu 40 persen di bawah permukaan laut dan ada 13 sungai mengalir ke Jakarta,” papar dia. Untuk itu, perlu dibangun situ-situ, tempat penampungan air antara lain di Sentul dan Ciawi agar di Jakarta tidak ada masalah. “Jakarta itu kecil, makanya butuh pemerintah pusat. Dari dulu kan sudah saya tawarkan membangun konsep seperti megapolitan,” ujar Sutiyoso. Bukan hanya banjir, persoalan lain membutuhkan kerjasama dari daerah lainnya dan pemerintah pusat. “Juga persoalan urbanisasi dan kemacetan lalu lintas. Ada 650 ribu kendaraan setiap harinya masuk ke Jakarta,” cetus Sutiyoso.
Banjir memang melanda Jakarta. Presiden SBY “telah” melontarkan kritik kepada Pemprov DKI Jakarta terkait hilangnya resapan air. Bang Fauzi Bowo harus berpikir keras mencari resapan air dan bekerja sama dengan daerah tetangga. Nampaknya konsep megapolitan perlu kita wujudkan, karena Jakarta adalah kota yang tidak berdiri sendiri. Coba anda perhatikan di pagi hari, banyak kendaraan bermotor dari pinggiran kota “menyerbu” Jakarta. Seperti semut-semut “nakal” yang akan mencari makanan hari ini.
Banjir dan Macetnya Kota Jakarta memang dua persoalan yang harus segera dituntaskan. Kita harus bersatu untuk memikirkannya. Tidak sekedar hanya mengkritik tanpa solusi. Sebagai rakyat biasa yang bekerja di Jakarta dan tinggal di Bekasi saya pun punya kewajiban agar Jakarta terhindar dari banjir dan macet. Saya melihat dan merasakan kemacetan Jakarta memang sangat luar biasa. Apalagi bila ditambah dengan banjir di sepanjang jalan. Makin seru saja persoalan Jakarta.
Solusi yang paling tepat adalah tidak saling menyalahkan, tapi berusaha memikirkan untuk mengurangi kemacetan dan mengatasi banjir yang setiap tahun jadi langganan. Kebijakan pemprov DKI Jakarta memajukan jam sekolah menjadi pukul 06.30 pagi patut kita dukung agar kemacetan dapat terkurangi. Saya sendiri merasakan pagi tadi berangkat agak siang. Sepanjang jalan saya temui kemacetan dimana-mana. Mulai dari Kalimalang sampai Klender dan terus nyambung sampai Pulogadung dan Rawamangun. Jadi, bisa dibayangkan bila semua orang berangkat pada jam yang sama dan pulang kerja juga pada jam yang sama. Pastilah kemacetan akan terjadi.
Proyek Kanal Timur saya lihat sudah mulai diselesaikan dengan cara bertahap. Tidak mudah bagi Pemprov DKI mewujudkannya. Selain akan berbenturan dengan warga yang tanahnya tergusur, Pemprov pun harus berhitung matang dengan anggaran. DPRD DKI Jakarta tidak begitu saja menyetujui APBD bila penggunaannya tidak jelas dan memenuhi azas manfaat.
Namun, sekali lagi saya ingatkan. Persoalan banjir dan macetnya kota Jakarta tidak harus diselesaikan dengan marah-marah. Mari kita semua berpikir dan bahu membahu dalam melakukan tindakan nyata mengatasi persoalan ini. Mulailah dari diri dan keluarga kita masing-masing. Ajaklah orang lain untuk tidak membuang sampah sembarangan, bekerja bakti membetulkan saluran air yang rusak, dan mencoba membuat resapan air di lingkungan kita. Berbuatlah sesuai dengan kapasitas masing-masing. Kita doakan pejabat dan aparat pemprov DKI Jakarta mampu mengatasi persoalan ini dengan baik.
Kita ajak mereka juga untuk bangun pagi dan berangkat kantor pagi-pagi. Untuk menghindari macetnya kota Jakarta. Mereka pun bisa pulang kerja seperti anak sekolah pulang sekolah yang dimajukan jadwal pulangnya. Sehingga tidak sama dengan pegawai swasta yang harus masuk jam 8 pagi, dan pulang jam 5 sore. Kalau anak sekolah saja bisa berangkat pagi, kenapa pejabat dan aparat pemrov DKI tidak bisa?
One thought on “BANJIR DAN MACET, DUA PERSOALAN YANG HARUS DITANGANI SEGERA!”