Ketika diumumkan oleh pemerintah akan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, para guru di sekolah diminta untuk mengumpulkan dokumen portofolio. Rasa cemas tentu saja menghantui para guru. Karena, hanya dalam waktu yang relatif singkat harus mengumpulkan data portofolio yang merupakan pencerminan hasil kinerjanya.
Mengumpulkan dokumen portofolio ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Perlu kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas. Guru sering melupakan hal-hal kecil. Mereka sering meletakkan begitu saja sertifikat yang didapatkan, baik dalam mengikuti seminar-seminar maupun pelatihan-pelatihan.
Kemampuan manajemen guru
Guru belum memiliki kemampuan untuk mengumpulkan berkas portofolionya dengan manajemen yang baik. Alhasil, sistim kebut semalam (SKS) itulah yang sering dikerjakan oleh sebagian guru. Pusing rasanya mencari dokumen yang dimiliki bila lupa meletakkannya. Mulai dari ijazah S1, sertifikat pelatihan, surat-surat tugas, SK pengangkatan guru, rencana pembelajaran, karya tulis guru, dan lain-lain.
Banyak guru terjebak dalam memenuhi berkas penilaian portofolio. Teman saya yang menjadi asesor mengingatkan agar guru-guru dalam mengikuti uji sertifikasi jangan terjebak pada upaya memenuhi penilaian portofolio semata. Sebab, penilaian portofolio yang kurang masih bisa diatasi dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan guru (PLPG). Untuk memenuhi portofolio jangan sampai guru itu mengada-adakan apa yang tidak ada.
Pesan teman itulah yang akhirnya menghantarkan saya mengikuti pelatihan PLPG angkatan 3 pada 22-29 Maret 2008 di Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Sebagai guru saya bersyukur dapat mengikuti PLPG ini. Serasa mendapatkan penyegaran dalam mengajar sekaligus mendapatkan kawan-kawan baru dari berbagai sekolah.
Sertifikasi guru yang melelahkan.
Saya jadi tertawa geli bila mengingat itu. Sertifikasi guru dengan penilaian portofolio telah mengunci pikiran kami. Dalam otak kami adalah bagaimana caranya agar dapat lulus sertifikasi, sehingga tidak perlu lagi ikut PLPG. Mulailah kami bergotong royong sesama guru. Kebetulan ada 20 orang di SMP Labschool Jakarta yang dipanggil untuk mengikuti sertifikasi guru. Kami mulai berbagi tugas. Ada yang kebagian mengumpulkan kegiatan-kegiatan pelatihan yang telah dilakukan, mengumpulkan surat tugas, SK pengangkatan guru sampai mengumpulkan foto dan sertifikat teman-teman yang hilang atau tercecer karena lupa. Semua itu dilakukan dengan penuh ketekunan, kejujuran, dan keikhlasan. Kami saling melengkapi, dan tidak hanya mementingkan diri sendiri. Bila dari kami banyak yang lulus, maka kredibilitas sekolah pun tentunya akan terangkat. Kami pun sangat bersemangat dalam mengumpulkan berkas portofolio. Bahkan sampai menginap di sekolah.
Sertifikasi guru sungguh melelahkan. Semua mencoba berbagi tugas. Kepala Tata Usaha pergi ke rumah pengawas untuk meminta tanda tangan. Kepala sekolah, dengan penuh kesabaran menanda tangani berkas-berkas kami sebagai syarat legalisasi. Ketua MPO (Majelis Pembina Osis) membagikan surat tugas kegiatan. Ketua MPE (Majelis Pembina Ekskul) memberikan surat keterangan bagi guru yang mendampingi siswa dalam berbagai perlombaan. Tak ada yang tertidur pulas. Point demi point kami kumpulkan agar mencapai syarat kelulusan.
Pembuatan Media Pembelajaran dan Karya Tulis
Harus diakui kalau kami lemah dalam pembuatan media pembelajaran. Kemampuan menulis karya tulis pun payah. Dari 20 orang guru itu hanya ada satu orang yang sudah mengikuti lomba karya tulis guru tingkat nasional. Padahal setiap tahun Depdiknas melaksanakan lomba karya tulis, baik lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran, karya inovasi guru, lomba karya tulis imtak, lomba pembuatan media pembelajaran, dan lomba karya tulis inovative teacher. Kemampuan guru juga sangat lemah dalam membuat buku. Hanya beberapa guru saja yang membuat sendiri buku pelajarannya. Seharusnya guru harus kreatif membuat sendiri media pembelajarannya dan banyak menulis buku.
Penilaian Impassing Guru Bukan PNS
Sudah hampir setahun kami menunggu dan berharap ada kejelasan dari kelulusannya. Ada teman PLPG yang sudah mendapatkan tunjangan. Tapi tak ada satu pun surat yang datang ke sekolah. Kami mencoba mengurusnya sendiri. Mulai dari tingkat kotamadya sampai kantor depdiknas di Senayan. Melalui pelayanan yang ramah dari petugas, ternyata masih ada pemberkasan penilaian impassing guru yang bukan PNS yang harus dipenuhi.
Guru swasta harus memiliki 7 berkas lagi yaitu: (1) Foto Copy (FC) ijasah terakhir, (2) FC akta mengajar (Akta IV), (3) FC SK Pengangkatan Guru Tetap Yayasan, (4) SK Penugasan mengajar dari Yayasan, (5) SK tugas mengajar 24 jam dari Yayasan, (6) FC Sertifikat pendidik yang dikeluarkan oleh dinas setempat, dan (7) memiliki NUPTK. Semua berkas itu sudah kami legalisasi dan serahkan ke petugas yang sangat ramah menerima kami di Depdiknas Senayan. Di samping meja petugas dituliskan ”dilarang memberi imbalan kepada petugas impassing”. Sungguh pesan yang mengharukan. Masih banyak petugas yang jujur dan profesional dalam tugasnya.
Kini, kami tinggal menunggu hasilnya dengan penuh kesabaran. Kami pun berharap sertifikasi guru yang melelahkan ini mendapatkan penghargaan yang setimpal dari mereka yang menentukan kebijakan. Ingatlah! Tanpa peran guru pendidikan di Indonesia tak akan maju.
Wijaya Kusumah, S.Pd
Guru SMP Labschool Jakarta
HP. 0815 915 5515
http://wijayalabs.blogspot.com
4 thoughts on “Sertifikasi Guru yang Melelahkan”