Eligibilitas Action Research (AR) sebagai Disertasi
di Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta
Oleh: Conny R. Semiawan
I. Pendahuluan
Akhir-akhir ini ahli pendidikan profesional berpendapat bahwa nilai dari suatu riset harus dipandang sebagai suatu aktivitas yang merupakan bagian integral dari suatu karya profesional. Sebaliknya, sebelumnya, para akademisi menuntut bahwa riset adalah hak mereka untuk diperlakukan terhadap pekerja profesional. Riset (research) ditandai oleh suatu systematic inquiry yang memiliki ciri, prinsip, pedoman, prosedur yang harus memenuhi kriteria tertentu.
Ada banyak alasan mengapa seperangkat peneliti yang melakukan riset terhadap perangkat manusia yang lain tidak memperoleh hasil yang praktis terhadap komunitas pendidikan yang pada umumnya adalah suatu masyarakat yang self-monitoring (Barthelsmen, 1972, Walker, 1975 dalam Mc Niff, 1992). Karena itu mulailah suatu gerakan baru yang dikenal dengan “practitioner educational research” yang adalah bagian dari profesionalisme, artinya adalah perpanjangan (extension) dari karya profesional bukan suatu penambahan (additional), karena merupakan bentuk belajar yang adalah intrinsic outcome dari pengalaman profesional. Ini juga menuntut bentuk keterlibatan yang dilandasi pengalaman yang secara intrinsik bersifat edukasional.
Pengembangan pengertian terhadap inisiasi dan inovasi praktis kini bukan lagi hak prerogatif elit akademisi, melainkan merupakan tanggung jawab pekerja profesional pada umumnya, suatu cita-cita demokrasi, sosial dan politis, bergerak dari warga yang kreatif, dan bukan dari mereka yang menunggu sabda dari atas.
Berbagai tulisan tentang hal ini dengan berbagai deskripsi, metoda, contoh karya dapat dibaca antara lain di Mc Niff (1992) : Elliot et al, 1974; Nixon (Ed), 1981; Kemmis et al, 1982; Elliot, 1982; Walker, 1985; Carr and Kemmis, 1986; Winter, 1987; dan terutama dalam Series of Classroom Action Research Network Bulletins, Nos 1-9, 1978-1989.
II. Konsep Action Research (AR) dan Classroom Action Research (CAR)
1. Action Research, Classroom Action Research, Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Elliot (1982 dalam Mc Niff, 1992) merumuskan AR sebagai “Situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya …, seluruh proses, reviu, diagnosis, rancangan, implementasi, efek monitoirng yang menghadirkan hubungan (link) antara pengembangan profesional dan evaluasi diri”.
Oleh karena itu pekerja profesional tidak mungkin menjadi objek para peneliti kecuali bila ada ikatan riset kolaboratif. Nilai AR bagi para profesional adalah tidak melihat adanya split dari landasan teori dan pemahaman praktis, sebagaimana juga ilmu pendidikan diperuntukkan bagi dan digali dari praktek pendidikan pendidikan (Brezinka, 1985). Dengan demikian terjadilan alih fokus.
Jadi riset seperti ini memfokus pada cara guru secara kritis melihat ke dalam karyanya di kelas, dengan tujuan utama meningkatkan pembelajarannya dan kualitas pendidikan di sekolah melalui analisa, refleksi serta observasi, mengembangkan professional judgment menuju otonomi dan emansipasi. Gerakan untuk diperlakukan sebagai profesional, dan bukan sebagai pegawai negeri juga terjadi di negara Barat (Lawton, 1989: 89 dalam Hopkins 1991). Hal ini disertai pernyataan (Arthur Bolster, 1983: 295, Hopkins, 1991) bahwa riset tentang belajar dan mengajar hampir tidak berdampak terhadap praktek pendidikan.
Riset dalam pendidikan sampai dengan permulaan abad 20 dilaksanakan melalui paradigma riset psikostatistik dengan eksperimentasi terkontrol dan kajian hipotesa dengan mengakses perlakukan efektivitas melalui kelompok acak berdasarkan disain Fisher tahun 1930. Para pendidik pada waktu itu ingin menghubungkan pengajaran dengan riset menggunakan disain agricultural-botany dalam setting pendidikan. Kekuatan paradigma Fisher adalah pengakuan terhadap sample acak, karena setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam percobaan riset. Oleh karena itu sampling memiliki kemungkinan atau menjadi alat peluang (device of chance) untuk mengadakan riset pada skala besar. Hipotesa Fisher dalam perangkat agricultural-botany tidak dijabarkan dari teori ilmiah. Efek dari hasil eksperimen adalah prosedur alternatif yang menghadirkan probabilitas (apabila situasi/kondisi sama), yang akan berhasil sama terhadap tanaman di ladang lain (Stenhouse, 1979). Ukuran ladang dan tanaman tidak sama dengan aktivitas pendidikan, sehingga cara riset ini tidak cocok untuk aktivitas pendidikan.
Stenhouse (1979: 79 dalam Tashakkori, e.a, 1998) tokoh terkemuka AR, mengatakan: Perlakuan guru terhadap anak ibarat tukang kebun yang memperlakukan setiap tanaman berbeda sesuai kebutuhannya, dan bukan seperti petani yang menstandadisasikan perlakuan sebagai tanaman yang distandarisasikan pertumbuhannya. Masalah yang lebih mendalam adalah tindakan yang bermakna. Interaksi guru-murid atau murid-murid akan menghasilkan belajar yang efektif atau akan menterjadikan tindakan yang bermakna.
Menurut Stenhouse: Hanya pendekatan riset yang dilandasi realitas budaya kelas merupakan pendekatan yang sesuai. Melalui berbagai perkembangan seperti antara lain: Stenhouse’s: An Introduction to Curriculum R & D (1975), Elliot’s : Action Research for Educational Change terbentuklah model AR oleh Ford Teaching Project yang bernama Classroom Action Research (CAR) Network.
Model Classroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) telah disebarkan melalui World Bank Project nomor IBRD 3797 IND untuk Guru Sekolah Menengah (PGSM).
2. Scientific inquiry versus naturalistic inquiry
AR maupun CAR (PTK) dilatar belakangi oleh tradisi Hermeneutis yang adalah interpretasi yang didasarkan pada ilmu dunia kemanusiaan, dibedakan dari dunia alamiah. Orientasi Hermeneutis ini dilandasi oleh pengertian Verstehen yaitu pemahaman kebermaknaan yang merupakan keterkaitan pengertian, fenomena atau bagian tertentu dari keseluruhan yang bermakna. Verstehen adalah kondisi ontologis dari intersubyektivitas, bukan semata empati terhadap pengalaman orang lain, melainkan juga pengertian, yang termasuk kemampuan bahasa sebagai media organisasi kehidupan sosial manusia, dalam hal ini kehidupan kelas di sekolah. AR maupun CAR (PTK) termasuk apa yang biasanya disebut pendekatan kualitatif (Qual), yaitu suatu orientasi naturalisitis.
Berbeda dari Qual, penelitian yang biasa disebut scientific inquiry melihat dunia sebagai kesatuan yang nyata yang merupakan proses yang berkelanjutan dan terbagi dalam seri subsistem yang berdiri sendiri dan fragmentaris serta disebut variabel (Guba & Lincoln, 1985: 56). Penelitian naturalistis fokusnya pada yang sifatnya berbeda, divergen dan jamak, namun mendetek interelasinya, sedangkan paradigma scientific inquiry bersifat konvergen, tunggal, fragmentaris, independen dan fokus pada persamaan untuk dapat digeneralisasikan. Jadi fokus naturalistic inquiry, umumnya bersandar pada realitas jamak, sebagaimana lapis kulit sebuah bawang putih, saling melengkapi, meskipun dilihat dari perspektif berbeda kenyataan (Guba & Lincoln, 1985: 57). Dengan demikian, kebenaran untuk AR dan CAR juga bersifat jamak dan menampilkan diri dalam berbagai bentuk kebenaran. Lapisan-lapisan tersebut secara intrinsik berinterelasi sehingga membentuk pola kebenaran. Pola-pola ini harus dijelajahi lebih jauh, bukan saja untuk dikendalikan, tetapi lebih-lebih lagi untuk difahami, apalagi dalam situasi kelas di mana anak manusia sedang belajar. Paradigma naturalistic inquiry bertolak dari asumsi bahwa terjadi interaktivitas antar peneliti dan data, karena kolektor data adalah anak manusia yang terkena efek persepsi informasi yang dikembangkannya.
Peneliti yang merupakan naturalistic inquirer bertolak dari pendapat bahwa kebenaran realitas yang bersifat jamak dan multidimensional bisa berubah dari konteks yang satu ke konteks yang lain dan memperhatikan berbagai interaksi yang kompleks antar individu yang berbeda-beda. Meskipun pengertian belajar adalah perubahan yang relatif permanen dikarenakan pengalaman yang diperolehnya dari lingkungannya, namun manusia memiliki realitas yang berbeda-beda dan adalah konstruktor dari pengetahuannya sendiri, sehingga hasil perubahan itu “comes from within”.
III. “Perang” Paradigma Positivisme Logis dan Naturalis
Untuk memahami perang paragidma antara landasan berfikir positivis dan naturalis yang dilandasi oleh filsafat ilmu, terutama sesudah perang dunia ke II, yang oleh para pelopornya (Lincoln & Guba, 1985 dalam Tashakkori, 1998), sering dikonotasikan masing-masing dengan pendekatan kuantitatif (Quan) dan pendekatan kualitatif (Qual), ditampilkan tabel kedua paradigma, sbb.:
Filsafat Ilmu
Positivis Naturalis
1. Ontologis
(ciri realitas) Hanya ada satu realitas Realitas jamak, dikonstruksikan
2. Epistemologis Hubungan antara the knower and the known = independent Tidak terpisahkan antara the knower dan the known
3. Axiologi Inquiry = value free Tidak bebas nilai
4. Generalisasi Kemungkinan adanya generalisasi time and context free Tidak mungkin adanya generalisasi time/context free
5. Hubungan causal Ada sebab nyata yang mendahului atau bersamaan dengan efeknya Tidak bisa dibedakan antara sebab dan efek
6. Logika Deduktif : tekanan pada hipotesa/teori Induktif. Tekanan yang khusus ke yang umum atau teori grounded
Posisi – hubungan subjek-objek
– nilai dan fakta terpisah
– mencari hukum – hubungan subjek-subjek
– mixed nilai – fakta
– mencari pemahaman
Masing-masing pendekatan memiliki kekuatan dan keterbatasan. Di bawah ini tabel dari kekuatan dan keterbatasan Quan dan Qual.
Pendekatan
Quan/Qual
Kekuatan
Keterbatasan
Positivis Logis (Quan) – Ukuran yang terstandardisasikan
– Homogenitas respons dalam kategori terbatas
– Sample dalam jumlah besar
– Dapat dibandingkan melalui perhitungan statistik
– Memungkinkan generalisasi – Validitas tergantung konstruksi instrumen dan karakteristik sample (bias)
– Kebermaknaan penelitian bagi responden tidak diperkarakan
– Dampak hasil penelitian kecil bagi praktek pendidikan
– Diseminasi biasanya second- hand (melalui buku, artikel dan pembelajaran, Hitchock, 1994)
– Basic research tidak memperkarakan masalah praktek
– Value-ladeness of inquiring* (risetnya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai peneliti)
– Theory-ladeness of facts (riset* dipengaruhi teori dan hypotesa kerangka fikir yang dipakai peneliti)
– Nature of reality (pengertian realitas dikonstruksikan sesuai orientasi pendidikan)
Naturalistic (Qual) – Selected issues dikaji in depth/ detail
– Tidak terhalang menggali informasi yang kaya melalui sample kecil
– Intervensi perbaikan situasi tertentu
– Transferability specific setting to another
– Shared Decision Making (SDM) – Situasional tidak selalu dapat digeneralisasikan
– Internal validity : researcher = instrument – validitas tergantung pengalaman, kemampuan pelaku (credibility)**
Khusus AR/CAR – Adopsi model teacher research
– Perolehan peningkatan kemampuan riset
– Mengkaji isyu esensial dalam PBM lebih kritis
– Meningkatkan cara pendekatan sistematis pelaku riset
– Memahami bukti kenyataan (tidak bias) – refleksi-deskripsi
– kemitraan-misionaris
– riset-tindakan
(Sumber: Patton, Hitchock, Mc Niff, Tashakkori, e.a)
* Lihat halaman sepuluh
** Credibility of conclusion derived from linking data and divergence of ideas
Sebenarnya sejarah membuktikan bahwa dalam dunia ilmu terjadi perkembangan penggunaan metoda dalam penelitian ilmu sosial dan prilaku, sebagai berikut:
Sejak abad 1930 s/d 1950 : mono method
Setelah 1960 – 1980 : mixed method
Sejak 1980 ke atas : mixed model studies
Secara lebih rinci kita ikuti evolusi pendekatan metodologis dalam ilmu sosial dan ilmu perilaku.
The Evolution of Methodological Approaches
In the Social and Behavioral Sciences (Sumber Tashakkori, e.a:)
Period 1: The Monomethod or “Purist” Era
(circa the nineteenth century through 1950s)
A. The Purely Quantitative Orientation
1. Single Data Source (QUAN)
2. Within One Paradigm/Model, Multiple Data Sources
a. Sequential (QUAN/QUAN) Acceptance QUAL
b. Parallel/Simultaneous (QUAN + QUAN)
B. The Purely Qualitative Orientation
1. Single Data Source (QUAL)
2. Within One Paradigm/Method, Multiple Data Sources
a. Sequential (QUAL/QUAL)
b. Parallel/Simultaneous (QUAL + QUAL)
Period II: The Emergence of Mixed Methods
(circa the 1960s to 1980s)
A. Equivalent Status Designs (across both paradigms/methods)
1. Sequential (i.e. two-phase sequential studies)
a. QUAL/QUAN Acceptance mixed
b. QUAN/QUAL Qual + Quan
2. Parallel/Simultaneous
a. QUAL + QUAN
b. QUAN + QUAL
B. Dominant-Less Dominant Designs (across both paradigms/methods)
1. Sequential
a. QUAL/quan
b. QUAN/qual Application Qual/
2. Parallel/Simultaneous distinction to all
a. QUAL + quan phases or research
b. QUAN + qual
C. Designs With Multilevel Use of Approaches
Period III: The Emergence of Mixed Model Studies
(circa the 1990s)
A. Single Application Within Stage of Study*
1. Type of Inquiry – QUAL or QUAN
2. Data Collection/Operations – QUAL or QUAN Increased pace of
3. Analysis/Inferences – QUAL or QUAN application
B. Multiple Applications Within Stage of Study**
1. Type of Inquiry – QUAL and/or QUAN
2. Data Collection/Operations – QUAL and/or QUAN
3. Analysis/Inferences – QUAL and/or QUAN
* There must be a mixing such that each approach appears in at least one stage of the study.
** There must be a mixing such that both approaches appear in at least on stage of the study.
IV. AR dan Eligibilitasnya sebagai Suatu Disertasi
1. Mengapa Eligibilitas AR untuk Disertasi
Creswell (1995 dalam Tashakkori, e.a, 1998) mengajukan persoalan aplikasi metoda paradigma terkait dengan proses riset sebagai berikut: Paling efisien adalah menggunakan kedua paradigma dalam suatu disain yang dikombinasikan. Berbagai aspek dari proses riset, seperti: pendahuluan, referensi, teori, pernyataan tentang tujuan penelitian, dan pertanyaan riset dijabarkan dari berbagai paradigma dalam satu riset.
Brewer dan Hunter (1989 dalam Tashakkori, e.a, 1998) menggunakan pendekatan multimethod dalam berbagai pengukuran ke dalam berbagai fase proses riset. Efek yang lebih luas dalam berbagai fase berbeda dari satu proses riset memang harus dikaji lebih mendalam lagi.
Contoh: yang digunakan Miler & Huberman (1994 dalam Tashakkori, et al, 1998) dalam penggunaan pendekatan jamak, berbeda, sebagai berikut:
• Suatu desain ekspirment yang menggunakan interviu etnografis secara bersama dan terintegrasikan.
• Koleksi data yang mencakup close-ended item dengan respons numerical maupun open-ended item dalam satu survei yang sama (e.g. Tashakkori, Aghajaniar & Mehryar, 1996 dalam Tashakkori, et al, 1998).
• Data analisis yang mencakup factor analysis dari item skala Likert dari satu bagian survei dengan constant comparative method (e.g. Glaser & Strauss, 1967, Lincoln & Guba, 1985, Tashakkori, et al, 1998) untuk menganalisis narrative responses to open-ended questions terkait dengan skala Likert.
Dengan mixed model studies ini ternyata eligibiltas AR, bahkan CAR pun layak, terbukti dari berbagai penelitian yang menggambarkan taxonomi kajian dengan berbagai pendekatan metodologi yang berbeda.
2. Implikasi
Kehidupan perkuliahan di kelas kadarnya berkenaan dengan prinsip pembelajaran yang terutama berperspektif konstruktif yang dilandasi oleh paradigma bahwa mahasiswa bukan penerima melainkan konstruktor pengetahuan dan memiliki paling sedikit 5 prinsip:
a. Penyikapan masalah-masalah yang muncul dan relevan pada belajar mahasiswa.
b. Menstrukturkan belajar menurut ide-ide utama.
c. Menemukan dan memaknai pandangan mahasiswa.
d. Penyesuaian pembelajaran yang diarahkan pada konsep mahasiswa.
e. Pengukuran belajar mahasiswa dalam konteks pembelajaran (Waras, 1996).
Kaidah dosen yang utama adalah pengendalian ide dan interpretasi mahasiswa dalam belajar, serta menghubungkannya dengan pengetahuan lain dan terampil bukan saja mengetahui bagaimana melakukan sejumlah tindakan, tetapi juga mengetahui kapan melakukannya dan mengadaptasi unjuk kerja di berbagai situasi.
Karenanya disain AR dan CAR dilandasi oleh pendekatan yang bersifat siklus. Ingridien esential AR dan CAR adalah kombinasi tindakan dan teori, serta ciri yang mendasarinya adalah refleksi. Yang disebut refleksi adalah transformasi ke berfikir kembali tentang masalahnya secara mendalam dan kritis, suatu pemahaman terhadap keinginan mengeksplorasikan pengetahuan intuitif tentang praktek pendidikan yang dikomunikasikan dengan fihak lain (Lomax, 1986 dalam Patton, 1990).
Sensitivitas teoretis terkait dengan kemampuan mengidentifikasikan data apa yang penting dan bermakna. Teori ini harus diformulasikan sesuai dengan realitas fenomena yang dikaji. Ciri-ciri kunci data kualitatif adalah induktif, innovatif, eksploratif, dan kreatif dan mencakup perkembangan kejadian silang waktu dan ruang, serta beroperasi berdasarkan kontinum deskripsi analisis. Karenanya eligibilitas kajian berdasarkan AR dan CAR untuk digunakan dalam suatu disertasi sepenuhnya valid.
3. Quan dan Qual
Mengkaji analisa terhadap Quan dan Qual, di mana AR maupun CAR dicakup oleh pendekatan Qual, dan menyikap tahap-tahap revolusi dalam “perang” paradigma positivistis dan naturalistik, serta memperkirakan posisi Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta dalam evolusi ini, perlu kiranya diperhatikan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta untuk membuka pintu otak yang tergembog oleh pemikiran yang positivistis. Pendekatan tersebut bahkan telah diikuti oleh pemikiran neo positivisme yang menurut Tashakkori e.a sebenarnya lebih berupa reaksi berkelebihan (over reactions). Richard dan Rallis (1994, dalam Tashakkori, e.a, 1998) menyatakan pakar metodologi quantitatif saat itu, yaitu Campbell & Stanley, 1966 dalam Tashakkori, 1998) bahwa para post positivis pun taat pada cara positivis seperti value-ladeness of inquiry (risetnya sangat dipengaruhi nilai-nilai peneliti), Theory-ladeness of facts (riset dipengaruhi teori dan hypotesa kerangka fikir yang dipakai peneliti), nature of reality (pengertian realitas dikonstruksikan sesuai orientasi pendidikan).
4. Siklus Riset
Siklus riset pada hakekatnya menggunakan 2 jenis pendekatan yaitu berfikir induktif (inductive reasoning) dan berfikir deduktif (deductive reasoning). Siklus ilmiah bisa bertolak dari berfikir induktif (fakta, observasi) ke inferensi umum (abstraksi, generalisasi, atau teori) lalu dari inferensi umum (atau teori) melalui deduksi logis ke hipotesa tentatif atau prediksi outcome tertentu. Perjalanan rantai berfikir tergambar di bawah ini
Generalisasi, abstraksi teori Prediksi, ekspektasi, hypotesa
Berfikir induktif Berfikir deduktif
Observasi, Observasi,
Fakta, Fakta,
Pembuktian Pembuktian
Siklus Penelitian Metodologi Saintifik
Sumber: Tashakkori, e.a, 1998
Riset dapat bermula dari manapun. Beberapa riset bermula dari teori atau generalisasi abstrak, yang lain dari observasi. Dalam berbagai lapisan riset ada usaha permulaan (initial attempt) untuk melalui berfikir induktif membagi kerangka fikir konseptual berdasarkan dasar temuan sebelumnya. Dari manapun riset bermula, ia selalu mulai karena ada permasalahan yang menjadi pertanyaan riset yang menuntut jawaban melalui perjalanan manapun yang menjadi arah riset tersebut. Apabila perjalanan tersebut mengambil 2 arah, maka terjadilah mixed model studies with multiple applications within phase of study (Tashakkori, e.a, 1998).
Jakarta, 26 Februari 2004
Daftar Pustaka
Brezinka dan Wigger, dalam Wigger, 1985, Action and Education: A Critical Analysis of Action Concepts in Education Theories in Education: A Biannual Collection of Recent German Contributions to the Field of Education Research. Vol. 31. Tübungen, Germany: Institute for Scientific Education.
Guba, E. G & Lincoln, Y. S. 1985. Effective Evaluation. London: Jossey Bass Publ.
Hitchock, Graham, Hughes, David. 1994. Research and the Teacher, A Qualitative Introduction to School-Based Research, 2nd ed. London, New York: Routledge.
Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research, 2nd ed. Buckingham-Philadelphia: Open University Press.
Mc Niff, Jean. 1992. Action Research, Principles and Practices. London: Reprinted by Routledge.
Patton, M, Q. 1990. Qualitative Evaluation and Reseach Methodes, 2nd ed. London: Sage Publ., The International Professional Publ.
Semiawan, C. 2000. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Seminar diselenggarakan Proyek Bank Dunia Nomor IBRD 3797 IND Pendidikan Guru Sekolah Menengah (PGSM). Bali.
Semiawan, C. 2003. Beberapa Catatan tentang Action Research. Lokakarya Bidang Pendidikan Badan Koordinasi Perguruan Tinggi Kristen Indonnesia (BK-PTKI). Jakarta.
Tashakkori, Abbas & Teddle Charles. 1998. Mixed Methodology, Combining Qualitative & Quantitative Approaches, Applied Social Research Methods Series, Vol. 46. London: Sage Publ., Thousand Qaks.
Waras bin Khamdi. 1996. Malang: Pergeseran Paradigma Penelitian Kelas dari Proses-Produk ke Analisis Interpretatif. Jurnal Teknologi Pembelajaran Tahun 4 No. 2., IKIP Malang Indonesia.
Winter, Richard. 1989. Learning from Experiences Principles and Practice in Action Research. London: The Palmer Press.
4 thoughts on “Penelitian Tindakan”