Action Research (AR)

Paradigma dan Karakteristik Action Research (AR)

Oleh: Conny Semiawan

I. Pengantar

AR adalah salah satu jenis riset sosial terapan yang pada hakekatnya merupakan suatu eksperimen sosial dengan mengintrodusir policy baru dengan memonitor efek-efeknya. AR berusaha mengidentifikasi masalah sosial yang dirancang untuk mewujudkan suatu test emperis sebagai vehicle (Greenwood, et. al., 2003) terhadap pengujian tingkat efektivitas atau aplikabilitas suatu teori tertentu pada pemecahan masalah-masalah sosial yang relevan. Selain itu, AR juga merupakan suatu inovasi untuk menghasilkan perubahan dalam prosedur kebijakan dengan dimonitor melalui metoda riset sosial (Payne & Payne, 2004).

Buku Mengenal PTK

Buku Mengenal PTK

II. Rasional dan Sekilas Perkembangannya

1. Rasional

Dialektika pergeseran pandangan paradigma positivistik versus naturalistik dalam penggunaan riset sosial, kerap menjadi kajian menarik di kalangan para ilmuwan atau para pakar penelitian ilmiah. Namun bagi para praktisi profesional, yang paling menjadi sorotan adalah kebermaknaan teori secara fungsional suatu teori atau temuan yang bersifat praxis yang dapat digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang muncul dalam realitas kehidupan nyata.

Pada sisi yang lain, fungsi-fungsi ilmu, seperti : (1) memahami dan menjelaskan suatu objek atau masalah secara mendalam; (2) menjelaskan hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan atau kecenderungan-kecenderungan; (3) memprediksikan apa yang akan terjadi berdasarkan hubungan-hubungan; dan (4) mengendalikan sesuatu berdasarkan pola-pola yang diketahui, memberikan warna dalam memilih dan menentukan metode atau pendekatan apa yang cocok dalam memecahkan suatu masalah dalam konteks riset. Keampuhan suatu metode riset dalam menjelaskan fungsi-fungsi ilmu menjadi pertimbangan penting dalam menentukan metode tersebut. Metode korelasional atau studi eksperimen misalnya, cenderung hanya dapat menjelaskan dua fungsi ilmu, sementara AR dimungkinkan dapat menjelaskan semua fungsi keilmuan, jika si peneliti sungguh-sungguh melakukannya dan tidak melakukan pendangkalan terhadap kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep metodologis AR itu sendiri.

Secara metodologis, AR telah didasarkan pada epistimologi keilmuan yang berakar dari tradisi “critical theory yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas dalam Kember, dan aliran pemikiran yang meyakini bahwa ikhtiar keilmuan merupakan kegiatan aktif dalam upaya memecahkan berbagai masalah, mengubah, mentransformasi atau mereformasi lingkungan atau peradaban suatu masyarakat. Ilmu bukan hanya untuk keperluan pengujian suatu teori tetapi yang lebih penting adalah sumbangsih ilmu dalam memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan nyata. Karena itu, AR disebut-sebut sebagai “crtitical research” (David Kember, 2000) yang bersifat emansipatoris dan egaliter.

Oleh karena itu, salah satu keunggulan AR adalah dapat mempertemukan antara teori di satu sisi dan praxis pada sisi yang lain yang selama ini terdapat jurang pemisah seolah berjarak. Kebermaknaan suatu teori akan diuji langsung aplikabilitasnya di lapangan pada suatu latar dan konteks tertentu. Peneliti akan memperoleh balikan dari apa yang dilakukannya melalui refleksi dan observasi partisipatif, apakah suatu teori efektif untuk memecahkan masalah atau merubah suatu keadaan sampai pada titik yang diestimasikan. Jadi, peneliti bukan hanya mengetes ada atau tidaknya konsistensi teori (hipotesis) dengan fakta, melainkan dapat mengembangkan teori secara generatif (temuan baru) pada latar dan konteks tertentu. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika kehadiran AR pada khazanah metodologi penelitian memberikan daya pikat tersendiri karena daya tawarnya dalam memberikan solusi dalam berbagai masalah sosial termasuk di dalamnya dunia pendidikan.

2. Sekilas perkembangan AR

Elliot (1982 dalam Mc Niff, 1992) merumuskan AR sebagai “Situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya …, seluruh proses, reviu, diagnosis, rancangan, implementasi, efek monitoring yang menghadirkan hubungan (link) antara pengembangan profesional dan evaluasi diri (refleksi)”. Oleh karena itu, pekerja atau pengembang profesional terutama dalam bidang pendidikan, tidak mungkin menjadi objek para peneliti kecuali bila ada ikatan riset kolaboratif. Nilai AR bagi para profesional adalah tidak melihat adanya split dari landasan teori dan pemahaman serta perlakuan praktis, sebagaimana juga ilmu pendidikan diperuntukkan bagi dan digali dari praktek pendidikan (Brezinka, 1985) sebagai suatu keutuhan. Dengan demikian terjadi alih fokus dalam riset sosial terutama ilmu pendidikan yang dicakup oleh ilmu sosial.

Riset seperti ini memfokus pada cara pendidik secara kritis melihat ke dalam karyanya di kelas, dengan tujuan utama meningkatkan pembelajarannya dan kualitas pendidikan di sekolah melalul ana1isis, refleksi serta observasi, mengembangkan professional judgment menuju otonomi dan emansipasi. Gerakan untuk diperlakukan sebagai profesional dan bukan sebagai pegawai negeri, juga terjadi di negara Barat (Lawton, 1989: 89 dalam Hopkins 1991). Hal ini disertai pernyataan (Arthur Bolster, 1983: 295, Hopkins, 1991) bahwa riset ilmu sosial tentang belajar dan mengajar hampir tidak berdampak terhadap praktek pendidikan (Semiawan C, 2004).

Hopkins (1993) dalam Lankshear & Knobel (2004) merefer ke pendapat Stenhouse sebagai berikut: “AR contributes to teacher‘s experience of dignity and self worth and supporting capacity to make informed professional judgment”.

Pada kala permulaan AR sedang berkembang, para peneliti sosial bersama para profesional praktisioner bekerja bersama mengupayakan cara-cara baru dalam menelaah masalah sosial. Tujuan AR adalah untuk mendukung intervensi, menyajikan informasi yang relevan terhadap perubahan yang perlu diadakan bagi para praktisi yang memerlukannya. Lama kelamaan para peneliti riset sosial memisahkan diri dan para praktisi. Para praktisi kini makin terlatih dalam ketrampilan riset sosial dan memiliki akses lebih baik terhadap laporan riset dan sumber-sumber yang dapat memberikan saran terhadap bagaimana caranya menerapkan riset (how to do research). Berbagai pelatihan yang diadakan lebih menekankan pada pentingnya menggunakan bukti (evidence) dari praktik riset berdasarkan bukti (evidence based practice).

III. Paradigma dan Karakteristik AR

Apabila tadi pada bab I dikemukakan bahwa tujuan AR adalah untuk mendukung intervensi dengan menyajikan informasi yang diperlukan, maka tekanannya adalah pada: dynamic interaction between the social scientists and the practitioners as part of the on going experimental process adaptive rather than controlled with changes evolving one of increasing awareness and emerging opportunities (Lees, 1973: 4-6) dalam Payne & Payne, 2004).

Dalam perspektif ini, AR dapat dikatakan sebagai eksperimen sosial ilmiah di mana berbagai intervensi dapat diuji dan dimodifikasi berdasarkan hasil yang telah dicapainya. (eksperimen, Payne dan Payne, 2004). Dengan kata lain, penelitian AR dapat menerapkan suatu teori yang dikaji secara kritis (critical research) dengan berorientasi pada paradigma praxis, membuka peluang terjadinya perubahan dari hasil tindakan yang diobservasi dan dikaji secara reflektif. Artinya, AR dapat memberikan kontribusi nyata pada perbaikan situasi, pemecahan masalah dan pengembangan teori melalui fungsi “vehicle” dengan pelibatan peneliti secara emansipatif. Dengan demikian AR juga sering disebut participating research, action learning dan emancipating research (Kember, 2000).

1. Rancangan AR

Antara siklus yang satu dan siklus yang lain selalu ada tumpang tindih dan ciri-ciri maju-mundur. Berbagai situasi sosial jauh lebih kompleks dari gambaran siklus murni, sehingga sering bermunculan siklus jamak (multiple spirals) berwujud topik dan subtopik, bahkan sering sekali berbagai kajian AR nampak chaotic bagi yang kurang memahami prosesnya. Meskipun demikian, penulisan laporan AR nampak jauh lebih rapi daripada kejadian sebenarnya. Dengan dukungan teori seperlunya, proses yang mengandung perubahan nampak lebih logis dan jelas. Namun harus dimengerti bahwa berbagai perubahan yang tidak disangka bisa muncul, sehinga kadang-kadang muncul peralihan fokus atau penambahan fokus. Hal tersebut dapat dilakukan dalam kajian tambahan. Meskipun tujuan dirumuskan dan dilaksanakan secara logis dan teratur, namun masalah sosial sering menemukan hal-hal yang “diverse,” tetapi ternyata dapat merupakan segi yang relevan dan efektif dalam perjalanan proses tersebut.

Bagi peneliti riset sosial tidak ada kebenaran mutlak namun terjadi intersubjektivitas, yaitu suatu kondisi ontologis terhadap gejala fenomenologis yang dilandasi oleh insight (pemahaman) disertai empati, menjadikan gejala tersebut objektif bermakna (=intersubjektivitas). Inilah yang direspons oleh konsep Verstehen yang pemahaman kebermaknaan merupakan keterkaitan pengertian fenomena atau bagian tertentu dan keseluruhan yang bermakna, serta beranjak dari asumsi akan adanya multiple reality.

2. Karakteristik AR

Penelitian sosial yang naturalistis sifatnya bertumpu pada perspektif yang melihat kenyataan yang sifatnya jamak, divergen dan berbeda, namun interelasinya menampilkan berbagai bentuk kebenaran.

Jadi ciri-ciri AR adalah:

  • Keprihatinan pada masalah-masalah sosial (termasuk situasi pendidikan);
  • Bertujuan terhadap kemajuan masa depan proses bersiklus dalam empat tahap : rencana, tindakan, observasi dan refleksi;
  • Melibatkan inkwairi sistematis;
  • Terjadi proses reflektif secara kolaboratif;
  • Keterlibatan peneliti secara partisipatif
  • Ditentukan oleh praktisioner profesional
  • Memandang kenyataan secara jamak, namun mengupayakan fokus

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Pengamatan Partisipatif

Yang dimaksud pengamatan partisipatif sebagai teknik pengumpulan data dalam AR adalah peran peneliti dalam mengamati berbagai gejala yang terjadi dalam latar sosial. Fokus pengamatan diarahkan pada masalah yang menjadi pusat perhatian peneliti. Apa yang dapat diamati dari prilaku subjek ketika mereka melakukan proses? Begitu pun pengamatan terhadap dirinya sebagai peneliti. Apakah yang dilakukan peneliti telah sesuai dengan apa yang direncanakan dalam rancangan penelitian ?

b. Catatan Lapangan

Yang dimaksud “Catatan lapangan” dalam penelitian AR adalah bukti otentik berupa catatan pokok, atau catatan terurai tentang proses apa yang terjadi di lapangan, sesuai dengan fokus penelitian, ditulis secara deskriptif dan reflektif.

Menurut Schaltzman dan Strauss model catatan lapangan dapat diorganisasikan ke dalam tiga paket, yaitu : 1) Catatan Pengamatan (CP); 2) Catatan Teori (CT); dan 3) Catalan Metodologi (CM).

Catatan Pengamatan, berisi tentang semua peristiwa yang terjadi, apa yang dilihat, didengar dan segala apa yang teramati di lapangan, pada latar tertentu. Catatan ini berisi jawaban atas pertanyan siapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana suatu aktivitas terjadi. Catatan Teori, merupakan bagian catatan yang berisi pendapat pengamat (peneliti) yang didasarkan pada suatu teori. Jadi, catatan teori, bukan lagi berisi fakta, melainkan sudah merupakan interpretasi, pemaknaan suatu gejala (interpretive meaning). Sedangkan catatan metodologi, terkait dengan pernyataan tindakan operasional, berupa kritik terhadap diri sendiri tentang cara‑cara atau taktik dalam melaksanakan pengamatan di lapangan (Hopkins, 1993).

c. Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian AR, dapat dilakukan secara informal, atau direncanakan secara terstruktur dalam bentuk perencanaan yang dipersiapkan sebelumnya. Wawancara terjadi secara wajar, sebagaimana layaknya hubungan dialogis antara seorang peneliti dan subjek.

d. Rekaman Audio Visual

Gambaran utuh tentang latar penelitian, apa yang terjadi secara keseluruhan, baik kegiatan peneliti maupun aktivitas subjek, gambaran fisik, situasi atau dinamika, akan tampak pada rekaman vidio. Setiap usai liputan, rekaman diputar ulang, dilihat bersama (­peneliti dan para kolaborator). Kemudian diadakan diskusi, untuk melihat gejala apa, data apa yang dapat diakses ? apa yang dapat dikritisi sebagai titik lemah, terutama pada sisi cara atau pendekatan pembelajaran, atau teknik penilaian serta alat-alat yang digunakan.

Akses data penelitian lewat teknik ini, lebih bersifat otentik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Artinya, objektivitas data yang dituturkan secara deskriptif betul‑betul didasarkan pada fakta yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, data dokumentasi gambaran utuh itu, digunakan pula dalam proses validasi data.

e. Bukti Dokumen

Dokumen yang berguna dalam pengumpulan data penelitian ini, adalah “biodata subjek” dan “nilai‑nilai harian” yang dikumpulan sebelum, penelitian dimulai. Data ini dikumpulkan sebagai data sekunder untuk mendukung penelitian ini. Misalnya, untuk menggambarkan kondisi awal, pada kala peneliti mendeskripsikan hasil praobservasi guna membuat rencana umum penelitian.

4. Kriteria dan Pemeriksaan Keabsahan Data

Para peneliti AR tidak mempromosikan “context-free-knowledge”. Kredibilitas, validitas (keteralihan) dan realibilitas (kebergantungan) maupun objektivitas diukur melalui kesiapan para stakeholders untuk bertindak terhadap hasil AR dan sampai seberapa kredibilitas hasil tersebut sesuai dengan harapannya.

Seperti halnya dalam tradisi paradigma kualitatif, AR juga menempatkan empat kriteria keabsahan data, yakni kredibilitas, keteralihan, kebergantungan dan kepastian.

Kredibilitas. Keabsahan atau kesahihan data menjadi tolok ukur, apakah simpulan dari penelitian ini dapat dipercaya atau tidak ?

Keteralihan (validitas). Data yang diperoleh hendaknya absah, karena akan terkait dengan bagaimana hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi lain yang relatif sama, dilihat dari kesamaan karakteristik latar dan konteksnya.

Kebergantungan (realibilitas). Data yang diperoleh hendaknya reliabel (baca istilah pada paradigma kuantitatif). Artinya, bagaimana peneliti dapat mengakses data secara konsisten dari waktu ke waktu. Konsistensi ini menunjuk pada fokus yang menjadi perhatian utama, dari teknik dan cara‑cara yang digunakan serta kaidah‑kaidah berfikir dalam melakukan interpretasi data.

Kepastian (objektivitas). Kepastian data indentik dengan makna objektivitas. Objektif berarti sesuai dengan fakta apa adanya, bukan data rekaan dan bukan interpretasi yang melanggar kaidah intersubjektivitas.

Apabila solusi terhadap masalah sosial diperoleh melalui AR, maka validitas tersebut ditunjukkan dengan menjadikan perubahan sosial terwujud. Dalam “context centered knowledge” efektivitas cara tersebut harus dikomunikasikan. Meskipun lokasinya khusus, AR difokuskan terhadap penyelesaian masalah dan perubahan sosial. Hasil tersebut harus nyata dalam mengatasi masalah sehingga yang disebut generalisasi (validitas eksternal) dalam situasi yang berbeda harus direformulasi dalam konteks yang berbeda (lokasi maupun situasi) dan akan merupakan perbandingan silang antara berbagai kasus yang serupa.

5. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

a. Monitoring Data

1) Monitoring diri sendiri

2) Monitoring rekan (kolaborator)

3) Monitoring oleh subjek

4) Monitor bersama

b. Triangulasi

Teknik “triangulasi” dalam penelitian AR dapat dilakukan melalui triangulasi data, triangulasi teori, triangulasi metode. Pada umumnya yang dilakukan adalah triangulasi data, yang adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data melalui sumber yang berbeda. Triangulasi metode merupakan perlakuan beberapa metode yang berbeda (wawancara, observasi, catatan lapangan dan rekaman vidio) dan triangulasi teori adalah konfirmasi dengan teori (dukungan teori yang relevan).

c. Pengecekan Diskusi Sejawat (Kolaboator)

d. Kecukupan Referensial

e. Uraian Rinci

Uraian rinci dilakukan untuk mencapai aspek keteralihan dari hasil penelitian ini. Dalam penelitian AR, penulisan rinci dilakukan mengikuti alur siklus yang mencerminkan empat tahap : 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (action), 3) pengamatan (observing) dan 4) Perenungan (reflecting). Uraian rinci secara total (the total action), dituturkan secara simultatif dalam tataran proses berkelanjutan (on going process).

f. Auditing

Seperti dijelaskan Harpern (1983) bahwa pelaksanaan audit sepatutnya diawali dengan tahap penelusuran data dan melakukan proses audit dengan empat tahap : 1) praentri, 2) penetapan dapatnya diaudit, 3) kesepakatan formal, 4) penentuan keabsahan dan diakhiri dengan closure.

Untuk memenuhi proses audit, data diklasifikasi sebagai berikut :
(1) data mentah : hasil rekaman video, catatan lapangan, dan hasil wawancara; (2) data yang direduksi: catatan lapangan lengkap, ikhtisar hasil observasi, ikhtisar data kuantitatif berupa data asesmen proses dan produk, dan hipotesis kerja. Data yang terreduksi dikemas dalam satu paket analisis data (koleksi data, validasi data, penafsiran data dan rencana tindak lanjut); (3) sintesis data: temuan dan pembahasan dengan tinjauan teori kepustakaan, simpulan dan laporan akhir; (4) catatan proses penyelenggaraan, dari awal hingga akhir penelitian; (6) bahan yang terkait dengan proyeksi hasil penelitian, terkait dengan prediksi dan implikasi; (6) informasi tentang pengembangan instrumen yang digunakan: format observasi, format asesmen kinerja guru, format asesmen kinerja subjek, dan format asesmen produk.

5. Analisis, Interpretasi dan Sintesis Data

a. Analisis dan lnterpretasi Data

Ø Analisis data

Analisis data dilakukan selama proses berlangsung (ongoing proses data analysis). Menurut Becker (dalam Hopkins, 1993: 148-161), ada empat tahap data analisis proses berkelanjutan yakni : 1) koleksi data (data collection), 2) pemeriksaan keabsahan data (validation), 3) penafsiran data (interpretation) dan 4) rencana tindak lanjut (action plan). Analisis data juga sangat terkait dengan reduksi data mentah menjadi data yang bermakna dan dapat diinterpretasikan. Proses analisis dilakukan sejak praobservasi, fase penghangatan –bila ada–, fase tindakan dan pasca tindakan mengikuti alur dan disain yang telah dirumuskan.

Ø Penafsiran Data

Untuk menafsirkan data secara keseluruhan, kriteria yang digunakan untuk menjustifikasi bahwa sudah terjadi peningkatan yang berarti (significant improvement), dapat digunakan kriteria kuantitatif sebagai tolok ukur atau justifikasi kualitatif. Kriteria kuantitatif dapat menggunakan rerata, varians, atau nilai mutlak pada pengujian statistik non parametrik bila diperlukan.

b. Sintesis Data

Mensintesis data berarti merangkum semua informasi yang diperlukan sedemikian rupa sehingga mudah dikomunikasikan kepada dan difahami oleh orang lain. Sintesis data akan menggambarkan hasil analisis data berdasarkan suatu kriteria bahwa perubahan atau peningkatan telah terjadi sampai pada titik atau level yang diestimasikan.

IV. Penutup

Seperti telah disampaikan pada permulaan perkembangan AR, para peneliti sosial bersama para praktisi profesional mencoba mengatasi problema sosial. Deskripsi kondisi permulaan dilakukan peneliti sosial, respons kebijakan diberikan oleh para praktisi dan umpan balik informasi menjadi dukungan intervensi.

Perkembangan berikutnya menunjuk AR yang tidak lagi menggunakan “jasa” para peneliti sosial, juga karena para praktisi profesional ingin menghindari expertise para peneliti sosial dan merasa mampu menangani masalah sosial sendiri dengan ketrampilan mereka yang makin terasa kuat, meskipun hal itu diragukan para peneliti sosial tersebut.

“Ketegangan” antara dua “kubu”, yaitu para peneliti sosial murni (pure researcher) dan para praktisi profesional makin meningkat. Yang pertama sering dikritik karena pendekatannya terlalu akademis, teoretis dan tidak terlibat secara personal dalam masalah-masalah sosial, sedangkan para peneliti tersebut berpendapat bahwa dalam suatu riset diperlukan suatu independency of judgment, sehingga temuannya bersifat objektif. Sebaliknya kritik terhadap praktisi profesional bahwa riset dan intenvensi adalah dua hal yang berbeda, oleh karena apabila tindakan (yang termasuk siklus) bersifat tunggal maka temuannya bersifat personal.

AR yang reliabel adalah kejelasan tentang outcome yang diantisipasikan sebelumnya dan pengukurannya taat pada indikator yang ditentukan dan dioperasionalisasikan (Payne & Payne, 2004). AR menuntut evaluasi yang benar (proper) dan harus memenuhi persyaratan pengembangan evaluasi dan disain instruksional. Suatu eksperimen sosial banyak ditentukan oleh berbagai faktor dalam lingkugan yang terkontnol. Namun kehidupan sosial lebih kompleks dari itu, dan mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar yang ditentukan yang tidak tercakup dalam prosedur riset tersebut. Karenanya intervensi perlu membuktikan bahwa perubahan tersebut akibat riset tersebut.


Sebaliknya Schön (Kember, 2000), mengemukakan isyu yang merupakan kritik pedas terhadap penelitian yang bersifat positivistis. Skenario pendidikan sebagai salah satu situasi sosial sering menghadirkan suatu masalah kompleks penuh ketidakpastian. Pendekatan rasional, secara teknis tidak sesuai untuk dipakai menghadapi praxis pelik yang harus diatasi secara profesional. Keragaman berbagai lembaga pendidikan dengan kompleksitas masalah yang berbeda tidak mungkin ditangani, dimonitor ataupun dievaluasi maupun di”assess” berdasarkan satu kriteria, melainkan memerlukan pendekatan yang terbuka dan luwes untuk menghasilkan peningkatan mutu (quality improvement).

Jakarta, 2 Agustus 2004

Referensi

Brezinka dan Wigger, dalam Wigger, 1985, Action and Education: A Critical Analysis of Action Concepts in Education Theories in Education: A Biannual Collection of Recent German Contributions to the Field of Education Research. Vol. 31. Tübungen, Germany: Institute for Scientific Education.

Greenwood, D.J & Levin, M dalam Denzin, N & Lincoln, Y.S (ed). 2003. The Landscape of Qualitative Research, Theories & Issues. Thousand Oaks, London: Sage Publication International Education & Professional Publication.

Guba, E. G & Lincoln, Y. S. 1985. Effective Evaluation. London: Jossey Bass Publ.

Hitchock, Graham, Hughes, David. 1994. Research and the Teacher, A Qualitative Introduction to School-Based Research, 2nd ed. London, New York: Routledge.

Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research, 2nd ed. Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Kember, D. 2000. Action Learning and Action Research. London: Kogan Page Limited.

Lankshear, Colin & Knobel, Michele. 2004. A Handbook for Teacher Research from Design to Implementation. Glasgow, UK : Open University Press, Printed in the UK by Bell & Blain Ltd.

Mc Niff, Jean. 1992. Action Research, Principles and Practices. London: Reprinted by Routledge.

Payne, G & Payne, J. 2004. Key Concepts in Social Research. London: Sage Publications.

by

Teacher, Trainer, Writer, Motivator, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, Simposium, Workshop PTK dan TIK, Edupreneurship, Pendidikan Karakter Bangsa, Konsultan manajemen pendidikan, serta Praktisi ICT. Sering diundang di berbagai Seminar, Simposium, dan Workshop sebagai Pembicara/Narasumber di tingkat Nasional. Dirinya telah berkeliling hampir penjuru nusantara, karena menulis. Semua perjalanan itu ia selalu tuliskan di http://kompasiana.com/wijayalabs. Omjay bersedia membantu para guru dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI) online, dan beberapa Karya Tulis Ilmiah Omjay selalu masuk final di tingkat Nasional, dan berbagai prestasi telah diraihnya. Untuk melihat foto kegiatannya dapat dilihat dan dibaca di blog http://wijayalabs.wordpress.com Hubungi via SMS : 0815 915 5515/081285134145 atau kirimkan email ke wijayalabs@gmail.com atau klik hubungi omjay yg disediakan dalam blog ini, bila anda membutuhkan omjay sebagai pembicara atau Narasumber.

2 thoughts on “Action Research (AR)

  1. Hafiz

    Salam hormat. Tulisan ini sangat membantu dalam penyusunan tugas akhir saya. Mohon izin juga untuk mengutipnya. Terima kasih saya yang tak terhingga buat Mas Wijaya.. Salam..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.